PENDEKATAN SOSIOLOGI DALAM STUDI ISLAM


BAB I
Pendahuluan
A.      Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan ini, manusia mengalami perubahan-perubahan dalam segala bidang dalam setiap waktunya. Beragam persoalan pun turut hadir mengiringi perubahan-perubahan yang terjadi. Adanya persoalan tersebut menuntun manusia untuk dapat memahami masalah yang dihadapi dan mencari jalan keluar atas permasalahan yang ada. Agama sebagai salah satu sumber tuntunan kehidupan dapat dijadikan sarana untuk menemukan jalan keluar atas permasalahan yang ada.

Banyak orang mengekspresikan kehidupan beragama sesuai dengan apa yang ditangkap oleh akal pikirannya masing-masing. Ditengah-tengah kehidupan masyarakat, akan kita temui fenomena anggota masyarakat yang menggunakan pakaian isbal atau pakian yang tidak menutupi mata kaki, teroris yang kerap diidentikan kepada orang-orang Islam sebagai pemaknaan jihad, acara selamatan, tahlilan dan masih banyak lainnya. Adanya ragam ekspresi tersebut, jika tidak dipahami dari berbagai sisi, dapat menyebabkan konflik ditengah masyarakat.
Oleh karena itu, pengkajian terhadap agama tidak akan cukup dengan hanya menggunakan satu pendekatan, misalnya dengan pendekatan normatif saja, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang terdahulu dengan mengabaikan pendekatan yang lain. Karena dengan multi pendekatan, kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan, maka tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal itu tidak boleh terjadi.
Dewasa ini, banyak pendekatan-pendekatan yang hadir dan dapat dijadikan alat untuk  memahami agama. Diantaranya adalah pendekatan psikologi, fenomenologi, semiotik, filologi, sejarah, sosiologi dan masih banyak pendekatan-pendekatan lainnya. Dari serangkaian pendekatan yang ada, dalam makalah ini akan menitik fokuskan kajian mengenai pendekatan sosiologis.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana definisi pendekatan sosiologi ?
2.      Siapa saja tokoh-tokoh  sosiologi ?
3.      Bagaimana contoh pendekatan sosiologi dalam memahami agama ?
C.    Tujuan
1.        Untuk mengetahu definisi pendekatan sosiologi
2.        Untuk mengetahui tokoh-tokoh pendekatan sosiologi
3.        Untuk mengetahui contoh pendekatan sosiologi dalam agama.



BAB II
Pembahasan
A.    Sejarah dan Pengertian  Sosiologis
 Kata sosiologi pertama kali digunakan oleh Auguste Comte pada  tahun 1838. Comte umumnya dianggap bapak sosiologi. Selanjutnya pada tahun 1978 Seorang warga negara Prancis bernama Herbert Spencer mengembangkan teori yang diberi nama “Evolusi Sosial”. Kemudian pada tahun 1883, seorang Amerika yang bernama Laster Word menerbitkan sebuah buku berjudul Dynamic Sociology didalam buku itu menganjurkan suatu kemajuan sosial melalui aksi sosial yang dibimbing oleh ahli sosiologi. [1]
Pada tahun 1895 Emile Dukheim menerbitkan buku “Rules of Sociological Metodologi of Sociological Method yang menguraikan metodologi tentang bunuh diri pada berbagai kelompok masyarakat atau penduduk. Pada tahun 1895 jurnal sosiologi muali diterbitkan di Amerika. [2]
Sosiologi di Indonesia telah dimulai dalam waktu yang lama. Pada masa Sri Paduka Mangkunegoro IV dari Surakarta, terdapat ajaran Wulang Reh yang mengajarkan tentang tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan-golongan berbeda. Dalam ajaran tersebut terdapat banyak aspek sosiologi, khususnya pada bidang hubungan antargolongan. Selain itu, Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia juga telah menyumbangkan sosiologi dalam konsep-konsepnya tentang kekeluargaan dan kepemimpinan. Praktik dari ajaran ini diterapkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa. [3]
Dalam perkembangannya, Sosiologi memiliki beragam pendekatan. Pendekatan sosiologis terdiri dari dua suku kata yakni “pendekatan” dan “sosiologis”. Pendekatan berasal dari akar kata “dekat” yang berarti pendek, tidak jauh (jarak atau antaranya).[4] Setelah mendapat awalan “pe”, dan akhiran “an”, kata dekat menjadi pendekatan yang berarti Proses, perbuatan, atau  cara mendekati, yang selanjutnya  dideskripsikan sebagai Usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti atau metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian.[5] Sementara itu, menurut Jalaludin Rahmat, yang dimaksud dengan pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.[6] Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai realitas kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu, tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian legalistik atau penelitian filosofis.
Sosiologi berasal dari dua kata yaitu socuis dan logos. Socuis berarti kawan dan logos berarti pengetahuan.  Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi  sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap penilaian. Sosiologi tidak menetapkan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Di dalam ilmu ini juga dibahas tentang proses-proses sosial, mengingat bahwa pengetahuan prihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama dari manusia.[7]
Hasan Shadily menyatakan bahwa sosiologi  adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang mneguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaanya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia. [8] Roucek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.[9]
Dari beberapa definsi diatas, dapat kita pahami bahwa sosiologi merupakan suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan lapisan masyarakat, struktur dan berbagai gejala sosial. Melalui sosiologi suatu fenomena sosial dapat dianalisa dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya mobilitas sosial, hubungan,  serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Jadi, pendekatan sosiologis dapat dipahami sebagai cara atau metode yang dilakukan dengan mengaitkannya dengan sosiologi guna menganalisis dan mengungkap data-data yang ada. Terkait dengan ajaran  agama, pendekatan sosiologi dapat digunakan untuk mengolah data dari kehidupan sosial sebagai akibat dari cara pandang terhadap agama. Dalam agama Islam, agama meamang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sosial, karena selain memerintahkan untuk menjalin hubungan vertikal kepada Allah, manusia juga diperintahkan untuk menjalin hubungan horizontal kepada sesama manusia.
B.     Tokoh-tokoh Sosiologi
1.      Ibnu Khaldun
Salah satu ilmuwan pendiri ilmu sosial dan ahli sejarah Muslim terbesar adalah Abdur Rahman Wali’ud-din Muhammad ibnu Khaldun. Lahir di Tunisia  pada tanggal 1 Ramadhan tahun 723 H. Ayahnya adalah cendekiawan Islam terkemukaka sehingga dia mendapat pendidikan dasar dari ayahnya dan dari cedekiawan-cedekiawan Islam yang berkualitas.  nama gurunya diantaranya adalah Muhammad bin sa’ad bin Butral al-Anshari, Muhammad bin al al-Arabi al-Husyairi, Muhammad bin al-Syawazz al-Zarzali, Ahmad bin Al-Qashar, Muhammad bin Bahar, Muhammad bin Jabir al- Qaisi, Muhammad bin Abdllah al-Faqih, Abdul-Qasim uhammad al-Qasir, Muhammad bin Abdissalam, dan lain-lain. [10]
Sejak kecil kecerdasannya yang tinggi dan ide-ide filosofisnya telah menarik perhatian. Ketika berusia 20 tahun, dia di tunjuk oleh Sultan Fez sebagai sekertaris peribadinya. Akan tetapi, ide-ide filosofisnya menjauhkanya dari kelas ulama, maka dia meninggalkan Fez. Dia kemudian menjadi sekertaris Sultan Marindi, Abu Ivan. Berkat jasa, posisi dan statusnya di istana Sultan, dia menjadi sangat kaya dan terkenal dalam waktu singkat, tetapi akibat perseketaan dia berakhir di penjara.[11]
Ibnu Khaldun terkenal sebagai Bapak Ilmu Sosial. Bukunya yang berjudul  The History of The World, khususnya Muqoddimah, tidak hanya memberikan kontribusi yang unik dalam bidang sejarah tetapi juga merupakan babak baru dan cahaya bagi dunia tulis-menulis secara umum. Ibnu Khaldun juga  yang  membawa  perubahan dalam perilaku manusia terhadap sejarah, penguasa, terhadap aturan, dan terhadap Tuhannya. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa sejarah tidak hanya cerita bangsa-bangsa dan agama. Sejarah adalah narasi seluruh aktivitas manusia. Ini adalah cerita perkembangan peradaban manusia. Tugas ahli sejarah adalah mencatat masalah dan perubahan manusia dari hari ke hari.[12]
Ibn Khaldun adalah seorang yang menonjolkan etnis satu atas etnis yang lain. Dari ras-ras yang ditonjolkan adalah ras Arab, yang berikut ini adalah sebagian dari teorinya. Pertama, sesungguhnya Ras Arab dengan ciri pengembara yang ada pada mereka adalah ras perampok dan pemalas. Mereka merampok menurut kemampuan mereka, tanpa penaklukan dan menghindari bahaya. Kedua sesungguhnya, semua itu menjadi naluri dan watak mereka. Mereka merasa nyaman di luar (tidak terlihat) oleh ketentuan-ketentuan hukum dan tidak terikat oleh politik. Watak ini berbeda jauh dengan watak etnis menetap. Ketiga, etnis Arab sungguh lebih baik pengembangan dari etnis manapun, sikap ini telah mempengaruhi sebagian pemikir. Pengaruh itu nampak dari pendirian yang berbeda.[13]
2.      Auguste Comte
Auguste Comte  lahir di MontpellierPerancis17 Januari 1798 – meninggal di ParisPerancis5 September 1857 pada umur 59 tahun. Dia dikenal sebagai bapak Sosiologi. Dialah yang pertama kali memperkenalkan istilah sosiologi yang merupakan gabungan dari kata “socius”dan “logos”. Kata yang pertama disebut merupakan kata yang berasal dari bahasa Romawi, sementara kata yang kedua berasal dari Yunani.[14]
Salah satu sumbangan penting yang telah diberikan bagi sosiologi adalah teori tiga jenjang. Menurut teori ini, sejarah manusia akan melewati tiga jenjang yaitu : jenjang teologi, jenjang metafisika, dan jenjang positif. Pada jenjang pertama, manusia berusaha menjelaskan gejala disekitarnya dengan mengacu pada hal yang bersifat adikodrati. Pada jenjang kedua, manusia mengacu pada kekuatan metafisik atau abstrak. Pada jenjang terakhir,penjelasan gejala alam maupun sosial dilakukan dengan mengacu pada deskripsi ilmiah.[15]
Karena memperkenalkan metode positif ini, maka Comte dianggap sebagai perintis positivisme. Ciri dari  metode ini adalah objek yang dikaji haruslah berupa fakta dan kajian harus bermanfaat serta mengarah ke kepastian dan kecermatan. Sarana yang menurut Comte dapat digunakan adalah pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan  metode historis.[16]
Bagi Comte, sosiologi harus dan merupakan ilmu yang sama ilmiahnya dengan ilmu pengetahuan yang mendahuluinya. Menurutnya, sosiologi yang tidak menggunakan metode pengamatan, perbandingan, eksperimen ataupun historis bukanlah kajian ilmiah dan hanyalah khayalan belaka. Sumbangan lain yang diberikan Comte adalah pembagian sosiologi kedalam dua bagian besar yaitu statika sosial dan dinamika sosial. Statika menyelidiki tentang tatanan sosial yang mewakili stabilitas, sedangkan dinamika sosial mengkaji kemajuan dan perubahan sosial.[17] Kedua klasifikasi tersebut digunakan oleh para sosiolog untuk meneliti kondisi sosial masyarakat misalnya  perubahan sosial yang terjadi pasca perang dunia II, arah perubahannya dan dampaknya.
3.        Karl Marx
Karl Marx lahir di Trier, Jerman pada tahun 1818 dari kalangan keluarga rohaniawan Yahudi. Pada tahun 1841 ia mengakhiri studinya di Universitas Berlin. Marx lebih sering dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi,ahli filsafat dan aktivis yang mengembangkan teori mengenai sosialisme yang kemudian hari dikenal dengan nama Marxisme.
Sumbangan utama Marx bagi sosiologi adalah terletak pada teori mengenai kelas. Menurutnya, sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx, pekembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan dua kelas, yaitu bourgeoise dan proletar. Menurut Marx, suatu saat kaum proletar yang dikuasai oleh bourgeouise akan mampu menyadari kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak dan dalam konflik kemudian berlangsung perjuangan kelas.[18]
Meskipun ramalan Marx tidak pernah terwujud, namun pemikiran Marx mengenai stratifikasi sosial dan konflik tetap berpengaruh terhadap pemikiran sejumlah ahli sosiologi
C.    Macam-macam pendekatan sosiologi
Dalam sosiologi terdapat berbagai logika teoritis (pendekatan) yang dikembangkan untuk memahami berbagai fenomena sosial keagamaan. Di antara pendekatan itu yang sering dipergunakan adalah  fungsionalisme, pertukaran,  interaksionalisme simbolik, konflik, teori penyadaran, dan ketergantungan, interpretatif. Dalam makalah ini hanya akan mengemukakan empat pendekatan di antaranya yakni; fungsionalisme, pertukaran, konflik, dan interaksionalisme simbolik.[19]
1.      FUNGSIONALISME
Teori ini dikembangkan dari teori-teori klasik, seperti Emile Durkheim, Max Weber, Talcott Parson, dan Robert K. Marton. Salah satu pemikiran Durkheim ialah:  fakta sosial atau realitas sosial akan membentuk prilaku individu. Berbagai struktur masyarakat dipahami sebagai realitas dan fakta sosial, dan hal ini akan membentuk prilaku individu. Sementara itu Max Weber menganalisa bagaimana pengaruh agama terhadap prilaku ekonomi, khususnya dalam mendorong tumbuhnya kapitalisme. Selain itu, ritus keagamaan dipahami sebagai pranata sosial yang dipelihara oleh para pemeluknya dalam sebuah komunitas sosial. logika yang dikembangkannya ialah: sejauh mana nilai-nilai agama sebagai sebuah pranata sosial berpengaruh terhadap prilaku ekonomi.[20]
Sedangkan Talcott Parson merupakan salah seorang tokoh fungsional lebih menekankan pada keserasian, keteraturan dan keseimbangan dalam sebuah sistem sosial. Menurut Parson, terdapat nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama menjadi patokan dan rujukan tingkah laku bagi setiap anggota komunitas, dan dengan adanya nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati bersama itu, maka dalam masyarakat akan terjadi keteraturan. Nilai tersebut harus senantiasa dipertahankan agar masyarakat tetap berada dalam keteraturan dan keserasian. Oleh karena itu setiap anggota masyarkat harus dididik sedemikian rupa agar memamahami nilai-nilai yang menjadi patokan bersama.[21]
Sejalan dengan Parson Robert K Marton mengembangkan teori fungsionalisme lebih lanjut, ia mengemukakan bahwa, bila masyarakat merasa puas dengan nilai-nilai yang ada, maka masyarakat akan menghargainya. Nilai yang menjadi patokan bersama merupakan faktor yang dapat mendorong integrasi sosial. Ketika masyarakat merasa tidak puas terhadap nilai-nilai yang ada, sebuah komunitas tidak memiliki faktor yang mengikat satu sama lain. hal ini akan mendorong tindakan disintegrasi sosial. Karena itu, Marton menekankan pentingnya nilai dan norma. Bila norma berubah akan terjadi perubahan sosial.[22]
Dari teori-teori yang dikemukakan di atas dapatlah dipahami bahwa prilaku sosial yang terdapat dalam sebuah komunitas dapat dijelaskan dengan faktor agama. Nilai-nilai agama yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah komunitas merupakan pranata sosial yang akan berpengaruh terhadap realitas dan prilaku.
Adapun pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul dengan teori fungsional ini miasalnya antara lain; sejauh mana prilaku ekonomi sebuah komunitas dipengaruhi oleh ketaatan beragama?, sejauh manakah nilai-nilai dan norma agama menjadi pegangan bersama dalam sebuah komunitas? Sejauh mana nilai-nilai dan norma tersebut telah menciptakan ketertiban , keteraturan dan integrasi masyarakat?.
2.      TEORI PERTUKARAN
Menurut perspektif pertukaran, manusia selalu melakukan transaksi sosial yang saling menguntungkan, baik keuntungan materi maupun non-materi. Teori pertukaran baik yang dikemukakan oleh teoritisi klasik maupun modern dapat dijadikan pendekatan untuk menganalisis realitas dan perubahan sosial. Keberadaan suatu komunitas dalam berhubungan dengan komunitas lain atau hubungan antar anggota dalam suatu komunitas akan berlangsung sampai pada suatu titik dimana terjadi keseimbangan satu sama lain (equilibrium), sehingga anggota komunitas memiliki kepuasan baru.
Dalam metode pertukaran dapat disimpulkan bahwa bila tindakan manusia selalu mendapatkan imbalan (reward), manusia cenderung akan melakukan tindakan tersebut secara terus menerus. Ahli teori pertukaran memiliki asumsi sederhana bahwa interaksi sosial itu mirip dengan transaksi ekonomi. Akan tatapi, mereka mengakui bahwa pertukaran sosial tidak selalu dapat diukur dengan nilai uang, sebab dalam berbagai transaksi sosial dipertukarkan juga hal-hal yang nyata dan tidak nyata.[23]
3.      INTERAKSIONISME SIMBOLIK
Diantara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme simbolik. Pendekatan ini bersumber pada pemikiran George Herbert Mead. Dari kata interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran pendekatan ini adalah interaksi sosial, kata simbolik mengacu pada penggunaan symbol-simbol dalam interaksi.
Simbol merupakan suatu nilai yang maknanya diberikan kepada mereka yang menggunakannya. Makna atau nilai tersebut tidak ditentukan dari unsur intrinsic pada dalam bentuk fisik melainkan hanya bisa diungkap oleh orang-orang yang menggunakannya.[24] Hebert Blumer seorang penganut pemikiran Mead, berusaha menjabarkan pemikiran Mead mengenai interaksionisme simbolik. Menurut Blumer, pokok pemikiran interaksionisme simbolik ada tiga yaitu “act”, “thing” dan “meaning”. Manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Makna yang dipunyai sesuatu tersebut, muncul dari interaksi sosial dengan sesamanya.[25]
Sebagaimana contoh; tindakan seorang yang beragama Hindu (act) terhadap seekor sapi (thing) akan berbeda dengan tindakan seorang yang beragama Islam di Pakistan karena bagi masing-masing orang tersebut , Sapi memiliki makna yang berbeda-beda. Penganut agama Hindu menganggapnya sebagai hewan suci, sementara pemeluk Islam menganggapnya sebagai hewan biasa yang bisa disembelih kapan saja.
4.      Teori Konflik
Faktor terjadinya konflik sosial di masyarakat bisa saja karena faktor, ekonomi, politik, sosial bahkan agama.  pada sisi ini agama bisa saja menjadi salah satu faktor timbulnya konflik yang ada di masyarakat. Hakikatnya, agama selalu mengajarkan untuk saling tolong menolong, pesatuan dan seperangkat kata-kata yang berkonotasi assosiatif (kerja sama). Agama selalu memberikan dorongan kepada umatnya untuk berbuat baik terhadap sesama manusia baik antar agama maupun intern agama, namun pada kenyataannya juga terjadinya konflik karena cara pandang terhadap agama.
Teori konflik beranggapan bahwa masyarakat adalah suatu keadaan konflik yang berkesinambungan di antara kelompok dan kelas serta kecenderungan ke arah perselisihan, ketegangan, dan perubahan. Salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya konflik adalah adanya stratifikasi sosial oleh kebanyakan agama. beberapa faktor yang menyebabkan konflik sosial beragama diantaranya : perbedaan doktrin, perbedaan suku ras pemeluk agama, perbedaan tingkat kebudayaan, dan perbedaan jumlah penganut agama.[26]
Pada tanggal 16 Juni 2006 di Dusun Beroro, Desa Jembatan Kembar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat pernah terjadi pengusiran jamaah Salafi oleh warga sekitar yang dikarenakan cara dakwah yang dilakukan oleh kelompok Salafi dinilai sesat dan berbeda dengan kebiasaan yang dianut oleh warga sekitar. Warga setempat senantiasa melaksanakan praktik Tahlilan untuk memperingati kematian anggota keluarga, Qunut ketika sholat subuh dan talqin pada saat penguburan jenazah. Sementara dakwah yang dilakukan oleh kelompok Salafi mengajarkan hal yang sebaliknya. [27] Karena dianggap bertentangan dengan praktik keagamaan setempat, akhirnya kelompok Salafi yang berdakwah di daerah tersebut diusir oleh warga sekitar.
Dari fakta tersebut, dapat kita pahami konflik sosial pengusiran kelompok Salafi oleh warga Beroro disebabkan oleh perbedaan doktrin yang dipegang oleh kelompok Salafi dengan warga sekitar.  Sebagaimana pepatah mengatakan bahwa tiada sebab tanpa akibat, maka dari konflik yang terjadi di dalam masyarakat, akan menghasilkan akibat-akibat tertentu di dalam suatu masyarakat. Adapaun akibat-akibat yang ditimbulkan dari adanya konflik diantaranya adalah[28]
1)      Meningkatkan solidaritas sesame anggota kelompok yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
2)      Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya rasa dendam, benci, saling curiga dan lain sebagainya.
3)      kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
4)      Dominasi bahkan penakhlukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Jadi adanya konflik di dalam masyarakat dapat menyebabkan hal yang bersifat positif namun lebih banyak menyebabkan hal-hal yang bersifat negatif. Maka, untuk meminimalisir terjadinya konflik di dalam masyarakat serta membudayakan kerukunan antarumat beragama dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:[29]
1)      Menonjolkan segi-segi persamaan dalam agama
2)      tidak memperdebatkan segi-segi perbedaan dalam agama.
3)      Melakukan kegiatan sosial yang melibatkan para pemeluk agama yang berbeda.
4)      Mengubah orientasi pendidikan agama yang menekankan aspek sektoral fiqiyah menjadi pendidikan agama yang berorientasi pada pengembangan aspek universal-robbaniyah.
5)      Meningkatkan pembinaan individu yang mengarah pada terbentuknya pribadi yang memiliki budi pekerti yang luhur dan akhlakul karimah.  
6)      menghindari jauh-jauh sikap egois dalam beragama sehingga mengklaim diri yang paling benar.
Dengan memahami teori konflik ini, masyarakat diharapkan mampu menggalakkan gerakan untuk meminimalisir konflik-konflik yang ada di tengah masyarakat.
Beberapa pendekatan yang disebutkan diatas akan membantu kita memahami keadaan sosial masyarakat khususnya dalam melihat ekpresi keagamaan yang diyakininya. Dengan begitu, akan bisa kita dapatkan informasi yang tepat untuk memberikan deskripsi terhadap realitas yang ada sehingga menjadi jelas. 



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sosiologi hadir di dunia Eropa tepatnya di Perancis pada abad ke-19. Ilmu ini diprakarsai oleh Auguste Comte yang kemudian dikenal sebagai bapak sosiologi. Sosiologi berasal dari dua kata yaitu socuis dan logos. Socuis berarti kawan dan logos berarti pengetahuan. sebelum Sosiologi berkembang di Eropa, pada Abad ke-13 telah muncul seorang tokoh sosiologi Islam yang bernama Ibnu Khaldun.
Secara istilah, sosiologi merupakan suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan lapisan masyarakat, struktur dan berbagai gejala sosial. Melalui sosiologi suatu fenomena sosial dapat dianalisa dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya mobilitas sosial, hubungan,  serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Di dalam sosilogi terdapat sejumlah ragam pendekatan, diantaranya : fungsionalisme, pertukaran,  interaksionalisme simbolik, konflik. Dari beragam pendekatan tersebut, banyak peneliti-peneliti yang menggunakannya untuk mempelajari agama ditengah kehidupan masyarakat. Ketika realitas kehidupan agama di masyarakat bisa dijelaskan maka manusia akan lebih mudah memahami masyarakat lain yang mungkin berbeda aliran agama.


           



Daftar Pustaka
Abdullah, Syamsudin,,Agama dan Masyarakat : Pendekatan Sosiologi Agama, Pamulang : Logos Wacana Ilmu, 1997
Athique, Haque, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, Jogjakarta: Diglossia, 2011
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 2016
H.M. Ali , Sayuthi Metodologi Penelitian Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada ,2002.
Kamanto, Sunarto, Pengantar Sosiologi, Depok : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.
Poloma , M , Margaret, Sosiologi Kontemporer, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013.
Puspito, Hendro, Sosiologi Agama . Yogyakarta : Kanisius, 1983
Rahmat , Jalaludin, Islam Alternatif,  Bandung : Mizan, 1994.
Shadily, Hassan, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia , Jakarta :Bina Aksara 1983.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar,  Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013.
Sunarto , Kamanto, Pengantar Sosiologi, Depok : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.
Tauleka , Hamzah, Sosiologi Agama , Surabaya:  IAIN Sunan Ampel Press, 2011.






[1] Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Depok : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hal 1.
[2] ibid
[3] Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013), hal.  48.
[4] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 2016), hal  209.
[5] Ibid
[6] Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif ( Bandung : Mizan, 1994), hal. 14
[7] Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Depok : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hal. 14.
[8] Hassan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia (Jakarta :Bina Aksara 1983), hal. 1
[9] Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Depok : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hal. 14.
[10] Syamsudin Abdullah,, Agama dan Masyarakat : Pendekatan Sosiologi Agama(Pamulang : Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 57
[11] Haque Athique, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, (Jogjakarta: Diglossia, 2011).hlm.75
[12] ibid
[13] Syamsudin Abdullah,, Agama dan Masyarakat : Pendekatan Sosiologi Agama (Pamulang : Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 57
[14] Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Depok : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hal. 3.
[15] ibid
[16] Ibid.
[17] Ibid hal. 4
[18] Ibid, hal 5
[19] H.M. Sayuthi Ali Metodologi Penelitian Agama (Cet I Jakarta: PT Raja Grafindo Persada ,2002), h. 100
[20] Ibid
[21] Ibid  hal. 102
[22] Ibid hal 103.
[23] Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 58
[24] Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Depok : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hal. 14
[25] Ibid,  hal. 38

[26] Hendro Puspito, Sosiologi Agama ( Yogyakarta : Kanisius, 1983),hal. 151.
[27] http://www.liputan6.com/news/read/125679/konflik-keyakinan-di-lombok-barat. Diakses pada tanggal 25 Maret 2018 pukul 07.30 WIB.
[28] Hamzah Tauleka, Sosiologi Agama ( IAIN Sunan Ampel Press, 2011) hal. 144
[29] Ibid, hal. 151-152

Posting Komentar

1 Komentar