BAB I
PENDAHULUAN
Biografi Muhammad Iqbal
Muhammad
Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, India, 9 November 1877. Meninggal di Lahore, 21
April 1938. Ia juga meneruskan studinya di Lahore sampai ia memperoleh gelar
kesarjanaan M.A. di kota itulah ia berkenalan dengan Thomas Arnold, seorang
orientalis, yang menurut keterangan, Thomas Arnold mendorong iqbal untuk
meneruskan studi di inggris. Di tahun 1905 Ia pergi ke negara ini dan mulai studinya di
Universitas Cambrige untuk mempelajari filsafat. Ketika mempelajari filsafat di Inggris, Iqbal menjadi anggota "All India
Muslim League" cabang London. Kemudian dalam salah satu ceramahnya
yang paling terkenal, Iqbal mendorong pembentukan negara Muslim di Barat Daya India. Ceramah ini diutarakan pada
ceramah kepresidenannya di Liga pada sesi Desember 1930. Dua tahun kemudian ia pindah ke Munich di Jerman, disinilah ia mendapat
gelar Ph.D dalam bidang Tasawuf. Tesis doktoral yang dikemukakannya berjudul :
The Development of Metaphisics in Persia.[1]
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
filosofi dan kerangka pemikiran Muahammad Iqbal mengenai Dinamisme Islam?
2.
Apakah
tujuandari pemikiran Dinamisme menurut Iqbal?
3.
Bagaimanakah
karakter seseorang yang befikir dinamis?
4. Apresiasi apa yang perlu dilakukan mengenai pemikira
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Filosofi Dan Kerangka Pemikiran
Iqbal Tentang Dinamisme Islam
Berbeda dengan pembaharu-pembaharu lain, Muhammad Iqbal adalah
seorang penyair dan filosof. Tapi pemikiran mengenai kemajuan dan kemunduran Islam
sangat bepengaruh di dunia Islam terutama pada Gerakan Pembaharuan Islam.
Menurut Iqbal, kemunduran Islam disebabkan karena kebekuan pemikiran umat Islam.
Sebab lain terletak pada pengaruh zuhud yang terdapat pada ajaran tasawuf. Yang
mengajarkan bahwa yang paling penting adalah memusatkan perhatiannya hanya pada
Tuhan. Yang akhirnya umat Islam kurang memperhatikan soal kemasyarakatan dalam
Islam.
Menurut Muhammad Iqbal, hukum Islam semestinya tidak bersifat
statis, artinya tetap, diam dan tidak ada perubahan. Akan tetapi hukum Islam
harus bersifat dinamis, berkembang sesuai perkembangan zaman. Di dalam Al-Qur’an
senantiasa menganjurkan pemakaian akal terhadap ayat atau tanda yang terdapat
dalam alam, seperti matahari, bulan, pertukaran siang dan malam, dan
sebagainya. Sehingga orang yang tidak peduli dan tidak memperhatikan terhadap
tanda-tanda tersebut, maka akan tertinggal terhadap masa yang akan datang.[2]
Konsep Islam mengenai alam adalah dinamis dan senantiasa
berkembang. Kemajuan serta kemunduran bangsa-bangsa di dunia ini yang dibuat
oleh Tuhan mengandung arti dinamisme. Paham dinamisme Islam inilah yang membuat
Muhammad Iqbal mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan di India. Dalam syair-syairnya
ia mendorong umat Islam untuk maju dan bergerak dan jangan tinggal diam
terhadap perkembangan zaman. Intisari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup
adalah menciptakan, maka Iqbal berseru pada umat Islam supaya bangkit dan menciptakan
dunia baru. Begitu tinggi ia menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa orang
kafir yang aktif lebih baik dari pada muslim yang suka tidur.[3]
Menurutnya, dunia ini sangat membutuhakan kebudayaan
baru untuk menggantikan kebudayaan lama yang bertahta serta cara-cara kesatuan
yang didasarkan pada pertalian darah. Kebudayaan baru itu telah menemukan suatu
dasar kesatuan dunia dalam prinsip tauhid. Islam sebagai suatu lembaga
merupakan cara praktis yang akan membuat prisip itu sebagai factor yang hidup
dalam pikiran dan perasaan manusia. Islam menetapkan kesetiaan itu keapada
Tuhan, bukan kepada mahkota. Dan selama Tuhan menjadi dasar ruhania terakhir
segala hidup, maka kesetiaan kepada Tuhan itu hakikatnya seperti kesetiaan
manusia kepada cita-citanya sendiri. Dasar-dasar ruhaniah terakhir segala hidup
menurut tanggapan islam, ialah kekal dan melahirkan diri dalam beragam
perubahan. Prinsip yang dipakai dalam gerak tersebut
adalah ijtihad. Ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan Islam.
Secara etimologi, ijtihad berarti berusaha
sungguh-sungguh. Dalam istilah hukum isalam kata ini berarti berusaha dengan
maksud membentuk suatu persoalan hukum. Ajaran-ajaran hukum itu mengenal tiga
macam tingkatan ijtihad, yaitu:
1.
Kekuasaan yang sempurna dalam pembentukan
undang-undang yang praktiknya dihubungakan kepada pembentuk-pembentuk mazhab
2.
Kekuasaan yang nisbi yang akan dipakai
dalam batas-batas suatu mazhab tertentu
3.
Kekuasaan khusus yang dihubungkan pada penetapkan
undang-undang yang berlaku bagi suatu perkara khusus yang belum ditetapkan oleh
pembentuk-pembentuk mazhab itu.
Secara teoritis tingkatan ijtihad itu kemungkinan dapat diterima
oleh kaum Sunni. Namun, dalam praktiknya sejak mazhab-mazhab terbentuk, ijtihad
itu selalu ditolak sebab pikiran tentang ijtihad yang sebenarnya sudah dibatasi
oleh berbagai keadaan yang yang hamper tidak mungkin dilaksanakan oleh
perseorangan. Hal demikian memang sangat aneh dalam suatu hukum yang sebagain
besar didasarkan pada suatu sendi yang diberikan al-Qur’an yang pada pokoknya
mengandung suatu pandangan hidup dinamis. Oleh karena itu, sebelum kita
melangkah lebih jauh, marilah kita cari tahu sebab-sebab timbulnya cara
berpikir yang telah menurunkan hukum islam, diantaranya adalah :
a. Gerakan
rasionalis yang lahir dalam pangkuan Islam pada masa permulaan Abbasiah, serta
pertentangan-pertentangan pahit yang timbul, dimana kaum rasionalis menyatakan
bahwa kekekalan al-Qur’an hanya merupakan bentuk lain dari dogma Kristen.
b. Timbulnya
kebiasaan sufi yang berangsur-angsur berkembang dibawah pengaruh pikiran bukan
islam. dari segi tasawif dikiap ini merupakan pemberontakan terhadap
bermacam-macam dalih ahli hukum kita dahulu.
c. Jatuhnya
Baghdad sebagai pusat segala kegiatan intelektual muslim, yaitu pada
pertengahan abad ke-13.
Oleh sebab itu, satu-satunya tenaga ampuh yang akan dapat melawan
bentuk kemerosotan itu adlah dengan membentuk individu yang berkepribadian.
Individu-individu yangdemikian itu sudah dapat menyatakan arti hidup yang
sesungguhnya. Mereka membukakan cara-cara baru yang membuat kita mulai melihat
bahwa lingkungan kita bukan sesuatu yang suci dan tak dapat diganggu gugat,
melainkan masih perlu diperbaiki. [4]
Sebagai seorang pemikir dan sufi, Iqbal
mempunyai konsep manusia ideal yang menjadi puncak tujuan dari tasawufnya.
Dengan menempuh jalan yang tidak biasa dikenal oleh sufi-sufi lainnya. Iqbal
menyatakan bahwa puncak yang dituju oleh tasawufnya adalah insan al-kamil atau
mardi’i khuda yaitu insan sebagai teman kerja Tuhan di muka bumi ini. Secara
dialektis manusia mampu menyelesaikan ciptaan Tuhan yang belum selesai.
Tuhanlah yang menciptakan bahan bakunya, sedangkan manusia yang mengelolanya
menjadi barang-barang konsumtif. Menurutnya, insan al-kamil adalah manusia yang
telah mampu mengungkap dan membumikan sifat-sifat Tuhan ke dalam dirinya.
Kendatipun demikian, kesadaran dirinya tidak luluh ke dalam kesadaran Tuhan,
melainkan tetap mempunyai kesadaran yang utuh.[5]
Selain dari pada itu, kembali pada empat
sumber islam merupakan cara lain untuk dapat menghilangkan mazhab.mazhab yang
diduga kaku itu. Keempat sumber islam itu yang pertama adalah Al-Quran.
Al-Qur’an bukanlah sebuah kitap undang-undang. Tujuannya yang pokok adalah
membangkitkan kesadaran batin manusia yang lebih tinggi yang dalam hubungannya
dengan Tuhan dan alam. Ajaran al-Qur’an, bahwa hidup itu adalah suatu proses
penciptaan yang progresif, dapatlah memaksa detia generasi berdasarkan karya
leluhurnya menjadi sebuah tuntutan, bukan sebagai rintangan. Kedua, Hadis. Sumber
hukum islam yang terbesar adalah hadis-hadis Nabi Muhammad. Cara ajaran Nabi
menurut Syekh Waliullah pada umumnya ialah bahwa hukum yang telah dilahirkan
oleh seorang anabi didasarkan dengan mengambil perhatian khusus
kebiasaan-kebiaan, cara-cara dan keistimewaan rakyat, tempat nabi diutus.
Tujuan nabi yang meliputi semua prinsip-prinsip itu, tak dapat menyatakan
prinsip lain bagi bangsa lain, juga tak membiarkan mereka melkukan
peraturan-peraturan mereka sendiri. Caranya ialah member tuntutan pada suatu
bangsa tertentu, dan itu akan digunakan pula sebagai pusat pembinaan hukum
syariat yang universal. Nilai-nilai syariat yang dihasilkan dari cara pemakaian
ini (misalnya pidana) dalam arti tertentu adalah khas untuk bangsa itu saja,
dan karena berlakunya peraturan bangsa itu sendiri tidak merupakan suatu
peraturan terakhir, itupun tak dapat dipaksa bagi generasi-generasi yang akan
datang.
Sumber hukum yang ketiga ialah Ijma.
Menurut Imam Stibi, ijma hanya berarti suatu kekuasaan memperluas atau
membatasi pemakaian suatu hukum al-Qur’an dan bukan kekuasaan menghapus atau
menggantinya dengan sutau peraturan hukum lain. Dan sekalipun dalam pemakaian
kekuasaan ini yang dinyatakan oleh Amidi, bahwa para sahabat itupun harus sudah
mempunyai suatu hukum syariat yang member hak kepada mereka untuk mengadakan
perluasan atau pembatasan itu. Yang terakhir yaitu kias, yaitu kesimpulan
pemakaian akal dalam mengambil perbandingan waktu menetapkan
perundang-undangan. [6]
Dalam pembaharuannya, Iqbal tidak berpendapat bahwa baratlah yang
harus dijadikan model. Kapitalisme dan imperialisme barat tidak dapa ia terima.
Barat dalam penilaiannya banyak dipengaruhi oleh materialisme dan mulai
meninggalkan agama. Yang harus diambil umat islam adalah ilmu pengetahuannnya. [7]
B.
Tujuan Dinamisme Islam Dalam Pemikiran
Muhammad Iqbal :
1.
Mengembalikan pemahaman manusia
mengenai alam dan kenyataan, bahwa di dunia ini adalah tempat usaha, gerak, dan
perkembangan pengetahuan. Sehingga dunia bukanlah yang harus ditakuti dan
dianggap buruk.
2.
Mengajarkan kepada manusia bahwa prinsip-prinsip
Islam adalah mendorong manusia untuk bergerak dan berusaha di alam nyata ini.
3.
Mengubah pola pemikiran manusia,
dari yang statis ke yang dinamis.
4.
Mengubah pemikiran umat Islam agar
sesuai dengan IPTEK dan falsafah modern agar umat Islam tidak ketinggalan zaman.
5.
Menuntun umat Islam agar mau membuka
pintu ijtihad, karena pintu ijtihad tidak pernah tertutup.
Jadi,
Muhammad Iqbal menginginkan kembalinya kejayaan umat Islam. Menurutnya kejayaan
bukanlah lantaran mengikuti salah satu filsafat barat, tapi karena pemahaman
yang benar tentang islam seperti pemahaman umat islam yang pertama.
Pemahaman
yang benar tentang Islam menurut Muhammad Iqbal adalah menjadikan alam materi
dan alam nyata bukanlah suatu yang keji tapi sebagai lapangan perjuangan demi personalitas
dan kejayaan umat Islam. Dengan alam yang realis itu maka kepribadian akan
menjadi kuat, dengan perjuangan di dunia ini manusia akan tetap eksis dan
abadi. Jadi, keabadian personalitas menurut Iqbal adalah melalui perjuangan,
dengan menundukan segala rintangan bukan lari dari padanya.[8]
C.
Karakter
Berfikir Dinamis
Beberapa karakter atau cara berfikir dinamis
adalah sebagai berikut:
1.
Memilih
fenomena berfikir yang kompleks
2. Mempunyai psikodinamika
yang kompleks dan mempunyai skop pribadi yang luas.
3. Dalam
jugment-nya lebih mandiri
4. Dominan dan
lebih besar pertahanan diri (more self-assertive )
5. Menolak
supression sebagai komunisme kontrol
D. Apresesiasi
Terhadap Pemikiran Iqbal
Menurut hemat penulis pemikiran Muhammad
Iqbal mengenai Dinamisme Islam yang mengarah pada perubahan
pola berfikir yang stagnan menuju pola
berfikir dinamis mengikuti perkembangan zaman sangat urgen untuk dilakukan. Penulis mengapresiasi pemikiran Iqbal agar tetap
dipertahankan dan dikembangkan untuk menjaga Image umat Islam dimata
dunia. Menurut penulis hal ini perlu dilakukan agar umat Islam mampu bangkit
dan maraih masa keemasan kembali sehingga terbebas dari berbagai penindasan
baik secara pemikiran maupun fisik.[9] Pemikiran Muhammad Iqbal sangat bagus apabila mampu diterapkan di era
globlalisasi saat ini, dimana banyak sekali bermunculan berbagai permaslahan
dalam segi kehidupan umat islam. bila umat islam mampu mengimplementasikan
pemikiran itu, berpikir secara kontekstual maka era globlalisasi yang dianggap
menimbulkan berbagai masalah justru dapat dimanfaatkan dengan lebih baik
sehingga tercapai suatu kesatuan umat islam yang utuh di dunia.
Daftar Pustaka
Nasution, Harun. Pembaharuan
Dalam Islam. 2003.Jakarta:
PT. Bulan Bintang.
Al-bahiy, Muhammad.
Pemikiran Islam Modern. 1986. Jakarta:
Pustaka Panjimas.
W.C Smith. Modern Islam in India. 1930.Lahore: Ashraf.
Iqbal,Muhammad.
Rekonstruksi Pemikiran Agama Dalam Islam. 2002.Yogyakarta:Jalusutra.
Samudra
Ilmu PEMIKIRAN FAHAM DINAMISME ISLAM
“Muhammad iqbal”.
http://nur-alqalbi.blogspot.com/2012/11/faham-dinamisme-dalam-islam-menurut.html
[4] Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama Dalam
Islam, (Yogyakarta:Jalusutra, 2002), hal.236-242.
[9] http://nur-alqalbi.blogspot.com/2012/11/faham-dinamisme-dalam-islam-menurut.html
0 Komentar