Pemikiran Muhammad Abduh

 

KATA PENGANTAR

 

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa ada masalah. Sholawat serta slam senantiasa selalu tercurahkan kepada nabi junjungan ummat nabiyullah Muhammad SAW yang telah membawa risalah kepada kita sebagai ummatnya dengan membimbing dari zaman yang gelap menuju dalam zaman yang cerah.

Selaku penulis menngucapkan terima kasih kepada beliau bapak Abdul Malik Usman selaku dosen pengampu mata kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam yang telah memberikan bimbingan dalam proses pembuatan makalah ini dari awal sampai selesai makalah ini.

Kami sadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan dan masih banyakakan kekurangan. Maka dari itu, kepada seluruh pembaca yang budiman diharapkan akan kritik dan saran untuk makalah ini agar nantinya pada masa yang akan datang menjadi lebih baik dari makalah saat ini.Akhirnya, dengan senantiasa memohon ridho Allah SWT dan saya awali dengan bismillah, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membawa kemaslahatan bagi seluruh ummat, amin y.r.a. Wallahu a’lam.

 

 

Penulis

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I

PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

A.    Latar Belakang................................................................................... 1

B.     Rumusan Masalah.............................................................................. 1

C.    Tujuan................................................................................................. 1

BAB II

PEMBAHASAN............................................................................................. 2

 

A. Biografi Muhammad Abduh............................................................. 2

B. Konsep Ijtihad..................................................................................... 3

C. Ide Pemikiran Modernisasi dan Pendidikan................................... 8

D. Sumbangan Pemikiran Terhadap Indonesia................................... 9

 

BAB III

PENUTUP...................................................................................................... 11

A. Kesimpulan......................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 12


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Muhammad Abduh Adalah seorang cendekiawan muslim, pendidik, dan salah satu tokoh pembaharu islam dari negeri Mesir. Keinginannya yang paling besar adalah memperbaharui pendidikan islam yang menurutnya bahwa dengan pendidikan maka bisa merubah pemikiran dan menjadikan pemikirannya menjadi lebih baik.

Dalam pemikirannya ada dari kalangan yang menyetujui dan ada juga yang tidak. Menurut kalangan yang menyetujuinya adalah bahwa pemikiran Abduh ingin memajukan umat islam dan ingin menunjukkan bahwa islam itu adalah rasional sedangkan menurut kalangan yang tidak menyetujuinya bahwa pemikiran Abduh bisa menyesatkan ummat islam karena pemikirannya telah tercampur oleh faham mu’tazilah.

Namun dapat disadari atau tidak, pemikiran Muhammad Abduh ini sangat mempengaruhi pemikiran umat muslim saat ini termasuk cendekiawan muslim dari Indonesia juga tentunya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimanakah riwayat kehidupan dari Muhammad Abduh ?

2.      Bagaimana konsep Ijtihad Menurut Muhammad Abduh ?

3.      Apa peranan modernisasi pendidikan ?

4.      Apa sumbangan Muhammad Abduh bagi dunia islam termasuk Indonesia ?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui pemikiran modern pendidikan yang diterapkan oleh muhammad abduh

2.      Menambah wawasan bagi setiap orang yang membacanya


 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    BIOGRAFI MUHAMMAD ABDUH

Muhammad Abduh (1849-1905) dilahirkan didesa kecil dari keluarga miskin sebagaimana umumnya orang-orang desa di Mesir. Ia melewati masa kecilnya dalam keadaan yang tidak terlalu menyenangkan karena dilanda kemiskinan. Namun karena kuat iman dan percaya bahwa kehidupan yang tidak menyenangkan di dunia ini akan mendapat gantinya di akhirat kelak.[1]

Bapak Muhammad Abduh bernama Abdul Hasan Khairullah, berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir. Ibunya menurut riwayat berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai ke suku bangsa Umar Ibnu Al-Khattab. Abduh Hasan Khairullah kawin dengan ibu Muhammad Abduh sewaktu merantau dari desa ke desa itu dan ketika ia menetap di Mahallah Nasr, Muhammad Abduh masih dalam ayunan dan gendongan ibu. Muhammad Abduh lahir dan menjadi dewasa dalam lingkungan desa di bawah asuhan ibu bapa yang tak ada hubungannya dengan didikan sekolah, tetapi mempunyai jiwa keagamaan yang teguh.[2]

Ia masuk madrasah didesanya lalu setelah itu ia memasuki Al-Azhar. Pada madrasah di desa, ia belajar menghafal Al-Qur’an karena Al-Qur’an itu adalah sumber pertama dari Islam. Itu adalah tradisi belajar di Mesir. Adapun di Al-Azhar, Abduh mempelajari tafsir Al-Qur’an dan Ilmu Fiqh, Ilmu Kalam dan Ilmu Ushul, dengan segala macam alirannya. Juga di Al-Azhar itu ia mempelajari bahasa arab dengan kaidah-kaidah nahwu dan sharaf-nya. Al-azhar dalam kajiannya terhadap Al-Qur’an menekankan kepada pelbagai pendapat dalam periode akhir dari pemikiran Islam.

Muhammad Abduh bertemu dengan Syeikh Darwasy Khadr untuk belajar tentang Tarekat Sanusiah. Lalu ia belajar filsafat Ibn Sina dan Logika Aristoteles dari Syeikh Hasan Ath-Thawil. Di samping itu ia juga belajar kepada Syeikh Muhammad Al Basyuni tentang Sastra Arab. Demikian juga bertemu dengan Jamaluddin Al Afghani sehingga Abduh mulai sadar tentang politik dalam negeri Mesir.

Dengan itu maka Muhammad Abduh terdorong untuk membangkitkan masa lalunya, sebagaimana ia ingin hidup dalam dunia yang modern ini, hanya saja berdasarkan masa lalu dan dengan cara yang modern sebagaimana yang ia alami.

B.     KONSEP IJTIHAD

Muhammad Abduh adalah seorang tokoh modernis dan pergerkan rakyat mesir yang usahanya membuka pintu ijtihad selebar-lebarnya guna menyesuaikan islam dengan konsep modern. Adapun pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh dalam pembaharuan Islam adalah sebagaimana yang ia terangkan sendiri mencakup dua hal besar.[3]

1.      Membebaskan pikiran dari ikatan taqlid, dan mengajak memahami agama Islam dengan mengikuti ulama-ulama salaf sebelum timbulnya perpecahan-perpecahan. Untuk itu maka umat Islam dalam usaha untuk memahami ajaran Islam harus kembali kepada sumber-sumbernya yang pertama, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah.

2.      Adapun usaha yang kedua adalah memperbaiki Bahasa Arab. Ada lagi satu hal yang di usahakan oleh Abduh, yaitu:

3.      Memperbaiki pergaulan hidup umat Islam khususnya Bangsa Mesir, dengan menginsafkan pemerintahan dan rakyat tentang hak dan kewajiban.

Memang rakyat Mesir harus mengetahui haknya terhadap Pemerintah. Pemerintah sekalipun ia harus di taati adalah terdiri dari manusia yang bisa berbuat salah, bahkan kadang-kadang tindakan-tindakannya di dorong oleh kepentingannya sendiri. Dan sebenarnya pemerintah tidak akan memperbaiki kesalahannya dan tidak akan menghentikan perbuatan-perbuatannya yang merugikan rakyat kecuali dengan peringatan dari rakyat dengan perkataan dan perbuatan.[4]

Disini yang akan dibicarakan adalah hanya pemikiran Abduh dalam bidang ijtihad. Ia berpendapat bahwa terpecahnya masyarakat Islam menjadi banyak kelompok telah sampai kepada tingkatan dimana umat Islam itu tidak bisa lagi menjadi jama’ah yang satu. Hal itu disebabkan karena fanatiknya memegang sesuatu Mazhab, dan memberikan kekuasaan yang begitu besar kepada salah satu pendapat atau pengarang. Mereka tidak bisa melihat pendapat Mazhab-Mazhab yang lain dan tidak berani mengkritik Mazhab yang di ikutinya. Dengan itu maka umat Islam yang seharusnya satu itu menjadi pelbagai macam kelompok yang satu terpisah dari yang lain dan sulit untuk mencapai satu tujuan.[5]

Selain itu Muhammad Abduh juga menafsirkan hadis nabi sebagaimana dalam sabdanya yaitu

Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, mereka semua akan masuk neraka kecuali satu golongan yang selamat.”

Lalu ada salah seorang sahabat yang tanya:”siapa golongan yang satu itu?”

Nabi menjawab: “yaitu orang-orang yang mengikuti jejakku dan sahabat-sahabatku.”

Menurut Jalaluddin As-Shiddiqi memberikan komentar terhadap kitab Al Risalah Al Adudiyah menyatakan bahwa kelompok yang selamat, yaitu kelompok yang mengikuti jejak Nabi dan sahabat-sahabatnya, adalah pengikut Al-Asy’ari. Sedangkan menurut Abduh bahwa yang jelas: Memang dikalangan umat Islam terdapat banyak kelompok; dan yang selamat adalah hanya satu kelompok. Nabi menerangkan bahwa yang selamat itu adalah yang mengikuti jejaknya dan sahabat-sahabatnya. [6]

Untuk hal itu Abduh menyatakan: apakah belum waktunya kita kembali kepada sumber pokok yang dipegang oleh ulama-ulama kita yang dulu itu. Kita pegang teguh sumber itu sebagaimana mereka dulu memerangi, dan kita tinggalkan pertentangan-pertentangan yang ditimbulkan oleh ulama-ulama setelah itu. Selanjutnya ia menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah pangkal keselamatan umat Islam. Tidak ada cara lain untuk menyelesaikan persoalan-persoalan umat Islam kecuali kepada Al-Qur’an itu. Dengan itu maka kesatuan umat Islam akan terpelihara dan akan tercapai.[7]

Selanjutnya ia menerangkan bahwa sebab-sebab yang mengajak kepada ijtihad, ialah bahwa ijtihad itu adalah hakikat hidup dan keharusan pergaulan manusia. Kehidupan manusia itu berproses dan berkembang dan di situ terdapatlah kejadian-kejadian yang tidak diketahui oleh orang-orang dahulu. Ijtihad merupakan alat ilmiah dan pandangan yang di perlukan untuk menghampiri pelbagai segi kehidupan yang baru dan ajaran Islam.[8]

Bebarengan dengan panggilan untuk ijtihad Muhammad Abduh juga membicarakan masalah Akidah. Dua hal pokok yang ia singgung dalam hal ini:[9]

Pertama, membebaskan orang Islam dari paham jabariyah, yaitu bahwa manusia tidak mempunyai kodrat sama sekali karena semua hal sudah ditentukan oleh Allah, dan menganjurkan memegang kepada kepercayaan qadaar, yaitu bahwa manusia itu mempunyai ikhtiar untuk berbuat baik ataupun buruk.

Kedua, memberikan pengertian kepada orang Islam bahwa akal manusia merupakan nikmat dari Allah yang harus berjalan berdampingan dengan agama Allah dan wahyu-Nya kepada manusia. Dan bahwa mengabaikan akal berarti buta terhadap nikmat itu.

Ide Pembaharuan Tentang Peran wanita

Abduh merasa perlu adanya pembaruan atas adat yang berkenaan dengan peranan dan kedudukan wanita. Dia percaya bahwa hubungan suami-istri haruslah hubungan saling menghormati dan saling memikirkan, agar dapat membesarkan generasi sehat yang percaya diri dan tidak ketakutan terhadap orang asing. Dan ketahuilah bahwa pria yang berupaya menindas wanita supaya dapat menjadi  tuan di rumahnya sendiri, berarti menciptakan generasi budak.[10]

Menanggapi kritik barat bahwa Islam menindas kaum wanita, Abduh menegaskan bahwa dalam Islam ada persamaan gender. Pria dan wanita punya hak dan kewajiban yang sama, mereka juga memiliki nalar dan persamaan yang sama. Dia mengingatkan bahwa Al-Qur’an berkata, pria punya derajat di atas wanita (QS. 2:228). Dia mencatat bahwa perbedaan ini memang perlu, untuk menghindari fitnah. Karena keluarga merupakan lembaga sosial, maka setiap unit sosial memerlukan pemimpin. Abduh percaya, jika wanita memang punya kualitas pemimpin dan kualitas membuat keputusan, maka keunggulan pria tak berlaku. [11]

Abduh menanggapi tuduhan anti-Islam dari kritik Barat dalam membahas wanita. Tuduhan itu ada yang menyangkut soal praktik poligami. Abduh merasa bahwa kalau praktik poligami ada di awal Islam, maka itu tak boleh ada di dunia modern ini. Selama periode formatif Islam, praktik ini besar manfaatnya, karena membantu membentuk kelompok-kelompok keluarga baru dan menciptakan serta mempererat umat. Memang Nabi dan sahabat itu sangat adil, namun ini mustahil bagi manusia lainnya. Kendati syariat membolehkan beristri empat, jika memang mampu dan bisa adil, namun dengan analisis akhirnya mustahil manusia biasa bisa berlaku adil, seperti perlakuan yang sama dalam jumlah belanja, perumahan, pakaian, makanan, dan pergaulan. Jika seseorang benar-benar memahami betapa sulitnya berlaku sama, maka dia akan sadar bahwa mustahil untuk beristri lebih dari satu. Jika pemahaman yang tepat mengenai perlakuan yang adil di anggap penting, maka tak akan ada jalan untuk dapat berlaku adil.[12]

Isu lain yang dikemukakan para pengkritik Islam adalah soal hijab wanita. Abduh percaya bahwa adat hijab yang lazim itu bukanlah esensi islam, karena tidak ada nashnya, yaitu teks Al-Qur’an mengenai hijab. Ini merupakan adat yang didapat kaum muslim dari bangsa lain dan tak ada kaitannya dengan agama.[13]

Yang juga menjadi sasaran pengkritik Islam adalah praktik mudahnya bercerai. untuk memperbarui adat, Abduh menempatkannya dalam konteks yang lebih besar. dia menafirkan sebuah ayat sebuah ayat Al-Qur’an (QS.2:230) yang mengatakan bahwa Allah tidak menyukai perceraian. Dia memandang perceraian sebagai sesuatu yang melibatkan seluruh umat, dan menuntut batasan masyarakat, bukan sekedar masalah individu maupun keluarga.[14]

Tujuan dan manfaat ijtihad dalam pemikiran Muhammad Abduh.

a.    Tujuan ijtihad dalam pemikiran Muhammad Abduh

Ø  Agar dapat terurainya semua masalah agama yang berhubungan dengan muamalah,

Ø  Agar kekosongan ijtihad dapat terisi, agar tidak ada pencarian hukum di luarr hukum syar’i,

Ø  Agar hasil ijtihad Ulama’ terdahulu dapat selalu sesuai dengan situasi dan kondisi masa ini,

Ø  Terhindarnya taklid buta,

Ø  Terhindar sifat fanatisme agama, yang dapat menimbulkan perpecahan umat,

Ø  Agar akal yang diberikan Allah tidak sia sia

b.    Manfaat ijtihad dalam pemikiran Muhammad Abduh

Ø  Ijtihad memberikan kebebasan kepada akal,

Ø   Ijtihad merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan masalah agama di zaman modern ini, dan

Ø  Menjauhkan manusia dari perbuatan taklid buta.

C.    IDE PEMIKIRAN MODERNISASI DAN PENDIDIKAN

Ide pemikiran muhammad abduh pada bidang pendidikan bukan sekedar metode pengajaran semata namun harus sesuai dengan agama islam agar nantinya dapat mencetak generasi yang ulil albab disertai dengan modern nya. . Sementara itu, para hartawan harus turut serta atau andil dalam pendidikan demi kepentingan masyarakat dengan memberikan bantuan materil.

Selain ide-ide tersebut ia juga menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan perbaikan sistem pendidikan. ia menyadari bahwa pengetahuan adalah salah satu dari sebab-sebab kemajuan umat islam dimasa lampau dan yang menjadi salah satu sebab kemajuan barat sekarang. Untuk mengembalikan kemajuan yang hilang umat islam harus mempelajari dan mementingkan ilmu pengetahuan dan perbaikan sistem pendidikan.[15]

Menurut Muhammad Abduh ilmu pengetahuan modern yang didasarkan pada hukum alam (sunatullah) tidaklah bertentangan dengan islam yang sebenarnya hukum alam atau sunattullah termasuk ciptaaan Tuhan dan wahyu yag berasal dari Tuhan. Tidaklah mungkin pengetahuan yang modern yang berdasarkan pada hukum alam tidak bertentangan dengan islam karena berasal dari sumber yang sama yaitu dari Tuhan.[16]

Muhammad Abduh sadar akan bahaya yang timbul dari dikotomi pendidikan, maka ia mengubah al-Azhar Eropa dengan universitas yang ada di Eropa. Kemudian Abduh berhasil memasukkan pelajaran umum kedalam kurikulum al-Azhar seperti ilmu matematika, al-jabar, ilmu ukur dan ilmu bumi. Harapan dimasukkannya ilmu pengetahuan modern kedalam al-Azhar dengan memperkuat pendidikan agama di sekolah-sekolah pemerintahan untuk menghilangkan jurang pemisah antara golongan ulama dengan golongan ahli ilmu modern.[17]

Gagasan Abduh yang paling mendasar dalam sistem pendidikan adalah ia sangat menentang sistem dualisme. menurutnya sekolah umum harus di ajarkan agama, sekolah agama harus di ajarkan ilmu pengetahuan modern. Jadi semua sekolah itu berimbang antara dunia dan akhirat.

D.    PENGARUH PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH UNTUK INDONESIA

 

Terbitnya majalah “al Urwat al Wustqa” maka tergugahlah islam untuk bangkit menentang dan mengusir penjajahan barat. Salah satunya, gerakan padri di Minangkabau yang di pelopori oleh H. Simanik, H. Mismin, H. Piobang dan lain-lain yang menganut paham wahabi.[18]

               Kedua Pembaharuan tahap kedua terjadi pada permulaan abad kedua puluh yang dibawa oleh eorang Minangkabau pula bernama Thaher Jalaluddin eorang putera Indonesia pertama  yang mencapai yahadah tertinggi pada Universitas al-Azhar di Mesir. Ia sempat bertemu dengan Rasyid Ridha bahkan pernah menjadi murid Muhammad Abduh, dan paham “al Manar” ternyata menjadi pegangan hidupnya. Ia menyalurkan ide Muhammad Abduh melalui majalah al Iman berbahasa Melayu yang di terbitkan di Singapura. Majalah ini sampai pula ke tangan para Ulama Indonesia dan cukup berpengaruh sehingga mendorong mereka menerbitkan majalah al Munir yang isinya juga memuat ide-ide yang terdapat dalam al Manar.[19]

Sementara itu di Jawa baik al Munir maupun al Manar ternyata telah menjadi langganan K.H. Ahmad Dahlan seorang bekas murid Ahmad Khatib di Mekah dan ketika pergi haji ia juga sampai bertemu dengan Rasyid Ridha dan bertukar pikiran dengannya.[20]

Berkat isi al Manar yang berisikan semangat kebangkitan umat dari kelemahan di saping ia sendiri merasa sadar mengenai kondisi umat islam di Indonesia yang bergerak di bidang pendidikan dan pengajaran yang lebih terkenal dengan pergerakan Muhammadiyah.[21]

Selain itu seorang tokoh yang berasal dari Sudan telah datang ke Indonesia bernama Ahmad Assurkati, salah seorang murid al-Azhar yang diberi tugas memberi pelajaran bahasa arab pada Jamiatul Khoir dan penganut paham Muhammad Abduh. Setelah ia mengertahui kondisi umat islam di Indonesia sangat menyedihkan itu dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab ia kemudian terdorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan dengan megeluarkan ide Muhammad Abduh tersebut. Maka lahirlah organisai pembaharuan ilam yang bernama “al Irsyad” pada tahun 1914 di Jakarta.[22]

Kedatangan seorang tokoh bernama A. Hassan asal keturunan India ke Indonesia tertarik pada usaha-usaha kaum muda sebagai pembaharu untuk menghilangkan tradisi lama setelah ia berkenalan dengan tokoh-tokoh baru seperti K. H. Ahmad Dahlah, Ahmad Sukarti, H. Zamzam dan lain-lain dan saling bertukar pikiran akhirnya ia cenderung untuk membangun umatnya pula dengan menanamkan ide pembaharuan Muhammad Abduh dengan membentuk organisasi Persatuan Islam (persis) yang di dirikan di Bandung pada tahun 1936 suatu pergerakan yang mengutamakan persatuan dalam pembangunan ajaran islam dengan corak yang lebih radikal.[23]

Ketiga organisasi tersebut sama-sama berusaha membangkitkan umat islam dalam rangka memurnikan kembali ajaran islam.


 

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Muhammad Abduh Adalah seorang cendekiawan muslim, pendidik, dan salah satu tokoh pembaharu islam dari negeri Mesir. Keinginannya yang paling besar adalah memperbaharui pendidikan islam yang menurutnya bahwa dengan pendidikan maka bisa merubah pemikiran dan menjadikan pemikirannya menjadi lebih baik.

Dalam pemikirannya ada dari kalangan yang menyetujui dan ada juga yang tidak. Menurut kalangan yang menyetujuinya adalah bahwa pemikiran Abduh ingin memajukan umat islam dan ingin menunjukkan bahwa islam itu adalah rasional sedangkan menurut kalangan yang tidak menyetujuinya bahwa pemikiran Abduh bisa menyesatkan ummat islam karena pemikirannya telah tercampur oleh faham  neo mu’tazilah.

Namun dapat disadari atau tidak, pemikiran Muhammad Abduh ini sangat mempengaruhi pemikiran umat muslim saat ini termasuk cendekiawan muslim dari Indonesia juga tentunya.

Salah satu pemikirannya sampai pada salah satu muridnya yaitu Rasyid ridho yang menulis majalah al manar yang pada akhirnya menjadi langganan dari tokoh cendekiawan muslim indonesia KH Ahmad dahlan yang sampai saat ini tetap eksisi dalam menjawab tantangan perkembangan zaman.


 

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mukti. 1990. Ijtihad:Dalam Pandangan Muhammad Abduh, Ahmad Dakhlan dan Muhammad Iqbal. Jakarta: PT. Bulan Bintang

Azhari, Afif dan Maimunah, Mimien. 1996. Muhammad Abduh dan pengaruhnya di Indonesia. Surabaya: Al-Ikhlas

Hamid,Shamad. 1984.Islam dan Pembaharuan: Sesuatu Kajian Tentang Aliran Modern dalam Islam dan Permasalahannya.Surabaya: Bina Ilmu

Nasution, Harun.  1992. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan Jakarta: Bulan Bintang

Shihab, Quraish. 1994.Studi Kritis Tafsir Al-Manar.Bandung: Pustaka Hidayah

 

 

 


           

 



[1]. A. Mukti, Ijtihad:Dalam Pandangan Muhammad Abduh, Ahmad Dakhlan dan Muhammad Iqbal, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1990), hlm. 11

[2]. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), cet. Ke-9, hlm. 58-59

[3] Prof. Dr. A. Mukti, Ijtihad:Dalam Pandangan Muhammad Abduh, Ahmad Dakhlan dan Muhammad Iqbal, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1990), hlm. 36

[4] Ibid, hlm. 36-37

[5] Ibid, hlm. 37

[6] Ibid, hlm. 39

[7] Ibid, hlm. 40

[8] Ibid, hlm. 41-42

[9] Ibid, hlm. 45

[10] Menurut Muhammad Abduh dalam bukunya Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung:Mizan, 1996), hlm.

[11] Ibid, hlm. 64

[12] Ibid, hlm. 65-66

[13] Ibid, hlm. 66

[14] Ibid, hlm. -

[15]. Taufik, Ahmad Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, Raja Grafindo, Jakarta, 2005. Hlm 97.

[16] . Ibid.

[17] . Ibid. Hlm 98

[18]. Hamid, Shamad Islam dan Pembaharuan, Bina Ilmu, Surabaya,1984. Hlm 59.

[19] . Ibid.

[20] . Ibid. Hlm 60.

[21] . Ibid.

[22] . Ibid.

[23]. Ibid

Posting Komentar

0 Komentar