DEFINISI PENDIDIKAN
DALAM AL-QUR’AN
Masrur Ridwan, S.Pd.I
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan firman Allah yang dapat
dijadikan sebagai pandangan hidup bagi seluruh umat manusia, khususnya kaum
muslim. Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok yang menyangkut segala aspek kehidupan manusia
yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa yang
secara fungsional dapat memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu masalah yang
sering dibicarakan adalah masalah tentang pendidikan.
Dalam al-Qur’an sendiri telah memberi
isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, jika al-Qur’an dikaji
lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang
selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka
membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam
al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain; Menghormati akal
manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk
tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial masyarakat.[1]
Maka dari itu, makalah ini sengaja kami buat untuk memahami pengertian pendidikan di dalam ayat-ayat alquran. Dalam makalah ini penulis hanya membahas tentang pengertian pendidikan berdasarkan ayat-ayat yang terdapat pada Al-Quran.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian pendidikan
Islam berdasarkan Al-Qur’an ?
2.
Bagaimana analisis pengertian
pendidikan Islam berdasarkan Al-Qur’an?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian
pendidikan Islam berdasarkan Al-Qur’an
2.
Untuk menganalisis pengertian
pendidikan Islam berdasarkan Al-Qur’an.
BAB
II
Pembahasan
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting karena
tanpa melalui pendidikan proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan
moderen sulit untuk diwujudkan. Demikian halnya dengan sains sebagai bentuk
pengetahuan ilmiah dalam pencapaiannya harus melalui proses pendidikan yang
ilmiah pula. Yaitu melalui metodologi dan kerangka keilmuan yang teruji. Karena
tanpa melalui proses ini pengetahuan yang didapat tidak dapat dikatakan ilmiah.
Dalam Islam pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam
batasan waktu tertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (life long education). Islam memotivasi pemeluknya
untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan. Tua atau muda,
pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan porsi sama dalam pandangan Islam
dalam kewajiban untuk menuntut ilmu (pendidikan).[2]
Bukan hanya pengetahuan yang terkait urusan ukhrowi saja
yang ditekankan oleh Islam, melainkan pengetahuan yang terkait dengan
urusan duniawi juga. Karena tidak mungkin manusia
mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui jalan kehidupan dunia ini.
Islam juga menekankan akan pentingnya membaca,
menelaah, meneliti segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini. Membaca,
menelaah, meneliti hanya bisa dilakukan oleh manusia, karena hanya manusia
makhluk yang memiliki akal dan hati. Selanjutnya dengan kelebihan akal dan
hati, manusia mampu memahami fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya, termasuk
pengetahuan. Dan sebagai implikasinya kelestarian dan keseimbangan alam harus
dijaga sebagai bentuk pengejawantahan tugas manusia sebagai khalifah fil ardh
Untuk dapat memahami tentang pnedidikan
Islam, maka perlu kita ketahui tentang ayat-ayat yang berisi tentang definisi
pendidikan. Maka dalam bab ini akan dibahas tentang ayat-ayat Al-Quran yang
berisi tentang definisi pendidikan .
A.
Pengertian pendidikan dalam
al-qur’an
1.
QS Al-Isra’ ayat 24
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".[3]
Pada ayat diatas, istilah pendidikan diarahkan pada kata rabbayanii.
rabbayani berawal dari kata rabba-yarubbu
dengan wazan madda-yamuddu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan,
menjaga, mengasuh dan memelihara.[4]
Selanjutnya dimasuki dhomir jamak. Adapun dhomir tersebut
diarahkan kepada kedua orang tua.
Menurut Jalal, ayat diatas menjelaskan bahwa pendidikan
merupakan proses pengasuhan pada fase permulaan manusia yang dalam masa
sekarang dikenal dengan periode kanak-kanak. Adapaun pihak utama yang
bertanggung adalah keluarga yaitu ayah
dan ibu.[5]
Menurut Fahr al-Razi,istilah rabbayani tidak hanya
mencakup ranah kognitif, tertapi juga afektif. Sementara Sayyid Qutb
menafsirkan ayat tersebut sebagai pemeliharaan jasmani anak dan menumbuhkan
mentalnya.[6]
Dua pendapat tersebut memberikan gambaran bahwa istilah tarbiyah mencakup tiga aspek yaitu kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Istilah tersebut kemudian membentuk kata Tarbiyah.
Istilah tarbiyah berasal dari bahasa arab,
yang mana fi’il tsulasi mujarrad-nya adalah Rabaa ربا yang berarti: Zaada/ زاد (Bertambah),
Nasya-a/نشأ (Tumbuh, bertambah besar), ‘alaha/ عَلَاهَا berarti:
(Mendaki).[7] Adapun makna Tarbiyah dalam Lisanul ‘Arab ربى- يربى- تربية yang
berarti :الملك (Raja/penguasa), السيد(tuan), الدبّر (pengatur),
القيم (penanggung jawab), المنعم (pemberi
nikmat).[8]
Jika dilihat dari fungsinya, kata رب terbagi
menjadi tiga yaitu ; rabb sebagai pemilik/penguasa, sebagai Tuhan yang ditaati dan sebagai
pengatur. Berangkat dari makna asal kata tarbiyah tersebut, Albani berpendapat
bahwa pendidikan terdiri dari empat unsur: (1) menjaga dan memelihara fitrah
anak menjelang dewasa (baligh), (2) mengembangkan seluruh potensi, (3)
mengarahkan fitrah dan seluruh potensi menuju kesempurnaan dan (4) dilaksanakan
secara bertahap.[9]
Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya
berpendapat tentang arti at-Tarbiyah. Perkataan “tarbiyyah” berasal dari
bahasa Arab yang merupakan betuk isim
fa’i l yang dipetik dari fi’il (kata kerja) yang berarti
“pendidikan”[10].
Secara etimologis lafadz at-Tarbiyah berasal
dari tiga kata: Pertama, dari kata rabaa-yarbu yang berarti: bertambah
dan tumbuh[11], Kedua, rabiya-yarba dengan wazn (bentuk)
khafiya-yakhfa, berarti : menjadi besar, dan Ketiga, dari asal
kata rabba-yarubbu dengan wazn (bentuk) madda-yamuddu[12], berarti: memperbaiki, menguasai urusan,
menuntun, menjaga, mengasuh dan memelihara.[13]
Dalam Lisanul Arab disebutkan bahwa kata tarbiyah berarti
bertambah dan berkembang. Ada dua pengertian tarbiyah yaitu :pertama,
menumbuhkan tiga fungsi yang berkaitan dengan fungsi fisik, fungsi akal dan
fungsi budi pekerti supaya sampai pada tingkat kesempurnaan dengan cara
pelatihan dan pendidikan. Kedua, suatu ilmu yang membahas tentang dasar-dasar
pertumbuhan tiga fungsi (akal, fisik, dan budi), metode-metodenya, dan
praktik-praktik yang mendasar serta tujuan-tujuan penting.[14]
Dari uraian diatas, kata tarbiyah mencakup makna yangsangat
luas yakni (1) bertambah, berkembang, dan tumbuh menjadi besar sedikit demi
sedikit.(2) memperbaiki peserta didik sekiranya proses perkembangannya
menyimpang dari niali-nilai Islam.(3) mengurusi perkara peserta didik,
bertanggungjawab atasnya dan melatihnya.(4) memelihara dan memimpin sesuai
dengan potensi yang dimiliki dan
tabiatnya.(5) mendidik, mengasuh, dalam arti materi dan immateri(akal, jiwa dan
perasaannya).
Sehubungan dengan beberapa pendapat dan surat Al-Isra ayat 24,
Tarbiyah merupakan proses persiapan dan pengasuhan pada fase pertama manusia
atau pada fase bayi dan kanak-kanak yang menjadi tanggung jawab keluarga.
2.
Al-Quran Surat Al-Baqarah
ayat 102
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ
سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ
الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ
عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ
يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ
بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ ۚ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ
إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا
يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ
مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ
ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca
oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa
Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak
mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).
Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua
orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak
mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya
kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka
mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat
menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli
sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan
izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat
kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini
bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah
baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual
dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.[15]
Al-Quran menyebutkan kata ta’allama
terulang dua kali dalam surat al Baqarah ayat 102 tersebut di atas. Ta’allama
berasal dari kata ‘alima yang telah mendapat tambahan dua huruf
(imbuhan), yakni ta’ dan huruf yang sejenis dengan lam fi’il-nya
yang dilambangkan dengan tasydid sehingga menjadi ta’allama. ‘Alima
berarti “mengetahui”, dari kata ‘alima juga terbentuk kata al-‘ilm
(ilmu) .[16]
Dalam kaidah
bahasa Arab, ada yang dikenal dengan sebutan fawaid al bâb. Yakni adanya
penambahan huruf suatu kata dasar yang bisa mengubah makna kata. Penambahan ta’
dan tasydid pada kata ‘alima yang membentuk kata ta’allama
juga membuat perubahan kata itu atau muthawwa’ah, yang berarti adanya
bekas suatu perbuatan. Maka ta’allama secara harfiyah bisa diartikan
sebagai menerima ilmu akibat dari bentuk pengajaran. Dengan demikian, belajar
dapat diartikan sebagai aktifitas yang dilakukan seseorang di mana kegiatannya
tersebut bisa memperoleh ilmu.
Pada ayat diatas, ahli sihir melakukan berbagai aktifitas
sesuai arahan dan bimbingan guru sihir. Tetapi, pada akhirnya pengetahuan yang
telah merka peroleh sesungguhnya tidak berguna bagi mereka sendiri, malahan
dapat mencederai mereka.
Ungkapan dalam ayat di atas “wa yata’allamuuna maa yadhurruhum wa laa yanfa’uhum” menggambarkan bahwa objek yang dipelajari haruslah sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sebaliknya, apabila tidak mendatangkan manfaat atau faidah sangat pantas untuk tidak dipelajari. Maka dari itu, al Quran melarang mempelajari ilmu sihir yang tidak ada manfaatnya bagi manusia, tapi pelajarilah ilmu yang bisa mendapatkan hasil yang berdampak positif bagi kehidupan
Ungkapan dalam ayat di atas “wa yata’allamuuna maa yadhurruhum wa laa yanfa’uhum” menggambarkan bahwa objek yang dipelajari haruslah sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sebaliknya, apabila tidak mendatangkan manfaat atau faidah sangat pantas untuk tidak dipelajari. Maka dari itu, al Quran melarang mempelajari ilmu sihir yang tidak ada manfaatnya bagi manusia, tapi pelajarilah ilmu yang bisa mendapatkan hasil yang berdampak positif bagi kehidupan
3.
Al-Quran Surat Al-Baqarah
ayat 129
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو
عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ
الْحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka
sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan
Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Kuasa lagi Maha Bijaksana.[17]
4.
QS Al-Baqarah ayat 151
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا
مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ
الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan
ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al
Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui[18]
Pada kedua ayat diatas, istilah pendidikan kiranya dapat
diarahkan pada kata yuallimukum dan yuallimukum. Kata Yuallimukum
berawal dari kata yu‘allimu.
Pada awal kata Yuallimukum dalam surat Al-Baqarah ayat 151, terdapat
dhomir ya yang menunjuk pada diri Nabi Muhammad sebagai orang yang
mengajarkan (pengajar) dan kum pada akhir yang menunjuk pada kaum.
Selanjutnya kata yuallimukum kembali diulang dengan diikuti kalimat ma
lam takuunu takmalun yang berarti apa-apa yang belum diketahui.
Salah satu kata yang
digunakan untuk mendefinisikan pendidikan Islam adalah taklim. Ta’lim secara bahasa dipetik dari kata dasar ‘allama -yu‘allimu-ta’lim.
Secara rinci mempunyai makna dasar sebagai berikut: Pertama, berasal
dari kata dasar alama-ya’malu yang berarti:
mengeja atau memberi tanda[19]; Kedua,
berasal dari kata dasar alima-ya’malu yang berarti: mengerti, mengetahui
sesuatu atau memberi tanda[20];
Dengan
kedua makna dasar tersebut, maka istilah ta’lim pengajaran mepunyai
pengertian : “usaha untuk menjadikan seorang mengenal tanda-tanda yang
membedakan sesuatu dari lainnya, dan mempunyai pegetahuan dan pemahaman yang benar
tentang sesuatu”.[21]
Dari Al-Baqarah ayat
129 di atas penggunaan yu’allimu yang diartikan mengajarkan. Menurut
Abdul Fattah Jalal, apa yang dilakukan Rasul bukan hanya sekedar membuat umat
Islam bisa membaca, tetapi juga membaca dengan perenungan yang berisi
pemahaman, tanggung jawab, dan amanah. Dari membaca semacam ini, Rasul membawa
mereka kepada tazkiyah an-nafs (pensucian diri) dari segala kotoran,. Dengan
begitu menjadikan diri itu berada dalam kondisi yang memungkinkan menerima
al-hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat untuk diketahui.[22]
Al-Hikmah tidak
dapat dipelajari secara parsial melainkan perlu dipelajari secara integral. Kata hikmah berakar
dari kata al-ihkam yang berarti kesungguhan dalam memperoleh ilmu, amal,
perkataan, dan/atau di dalam semua itu. Hikmah diartikan sebagai
kebijaksanaan,yang dimaksud adalah kebijaksanaan berdasarkan nilai-nilai yang
datang dari Allah dan rasul-Nya.[23] Dalam AL-Baqarah ayat 151 selain
disebutkan al-kitab dan al-hikmah disebutkan pula apa-apa yang belum diketahui.
Dengan demikian pendidikan dalam makna taklim mengajarkan apa-apa yang belum
diketahui, serta pengetahuan yang mendalam.
Dari
kata tersebut, pengertian pendidikan berkembang menjadi Taklim. Dalam sejarah
pendidikan Islam, terma mu’allim telah digunakan untuk istilah pendidik.
hal ini dapat dilihat bahwa Rasulullah SAW diutus untuk menjadi muallim
sebagaimana disebutkan dalam ayat diatas.
B.
Analisis Tarbiyah dan
Taklim
Istilah tarbiyah, ta’lim dan ta’dib dapat
diambil suatu analisa. Jika ditinjau dari segi penekanannya terdapat titik
perbedaan antara satu dengan lainnya, namun apabila dilihat dari unsur
kandungannya, terdapat keterkaitan yang saling mengikat satu sama lain, yakni dalam hal
memelihara dan mendidik anak. Ketiga istilah diatas dapat dianalisis sebagai
berikut:
1.
Tarbiyah, titik tekannya difokuskan pada bimbingan anak supaya berdaya (punya
potensi) dan tumbuh kelengkapan dasarnya serta dapat berkembang secara
sempurna. Yaitu pengembangan ilmu yang beorientasi pada pembentukan karakter,
sikap dalam diri manusia. Pendidikan yang terkandung dalam makna tarbiyah sendiri merujuk kepada makna menumbuh
kembangkan baik dari aspek jasmani maupun rohaninya. Di dalam surat Al-Isra,
proses ini berlangsung pada masa awal yaitu pada masa bayi dan anak-anak.
2.
Ta’lim, titik tekannya adalah penyampain ilmu pengetahuan yang benar, pemahaman,
pengertian, tanggung jawab kepada anak terhadap ilmu yang diperolehnya. Oleh
karena itu ta’lim di sini mencakup aspek-aspek pengetahuan yang menitik
beratkan pada aspek kognitif saja yaitu pada proses ranah berfikirnya yang
merujuk pada pengembangan khazanah keilmuannya
Tarbiyah
|
Taklim
|
Kata tarbiyah lebih fokus pada proses persiapan
dan pengasuhan pada fase pertama pertumbuhan yakni fase bayi dan anak-anak.
|
Sedangkan taklim lebih fokus pada
perenungan(pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah). Tentu
sudah masuk fase dewasa.
|
Pencapaiaan ilmu pengetahuan dan ilmu berdasar
pada imitasi dan peniruan belaka tanpa mengerti argumennya.
|
Pencapaiaan ilmu pengetahuan melebihi imitasi
atau peniruan atau dongengan yakni ilmu pengetahuan yang didapat berdasarkan
argumen atau berfikir secara mendalam.
|
Pengetahuan yang didapat hanya sekedar mengetahui
yang belum mengerti fungsi pengetahuan yang didapatkan itu untuk masa depan,
karena mereka masih masa-masa awal perkembangan.
|
Pengetahuan dan keterampilan yang didapat menjadi
kebutuhan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik untuk
mengatur hidup dan perilakunya di masa depan.
|
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Di dalam surat Al-Isra ayat 24 mengandung
penjelasan pendidikan sebagai Tarbiyah merupakan proses pengasuhan pada fase
permulaan manusia yang dalam masa sekarang dikenal dengan periode kanak-kanak.
Adapaun pihak utama yang bertanggung adalah
keluarga yaitu ayah dan ibu. Di dalam surat Al-Baqarah ayat 129 dan 151,
mengandung penjelasan bahwa pendidikan difinisikan sebagai taklim yaitu usaha untuk menjadikan seorang
mengenal tanda-tanda yang membedakan sesuatu dari lainnya, dan mempunyai pegetahuan
dan pemahaman yang benar tentang sesuatu.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nahlawi ,Abdurrahman,
Prinsip-Prinsip Dan MetodaPendidikan Islam, terj. Herry Ali, Noer. Ushulut Tarbiyatil Islamiyah Wa Asalibuha, Bandung:
CV. Diponegoro, 1989.
Munir
,Ahmad, Tafsir Tarbawi ,Yogyakarta: Teras Perum Polri, 2008.
Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya(
Bandung : Syamil Qur’an, 2007.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indnesia, Jakarta:
PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2010.
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju
Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global ,Yogyakarta : Kurnia Kalam
Semesta, 2014.
Munawwir,
Ahmad, Kamus Al Munawwir Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997.
Nafis, M. Mutahibun, , Ilmu
Pendidikan Islam, Yogyakarta : Teras, 2011.
Nizar, Samsul. Filsafat
Pendidikan Islam, Pendekatan Historiss, Teoritis dan praktis.Jakarta:Ciputat
Press, 2002
Ramayulis, Nizar, Samsul, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2011.
Tafsir ,Ahmad,Ilmu
Pendidikan Islam,Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012.
Tim
Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, Dasar-Dasar Kependidikan
Islam, Surabaya: Karya Aditama, 1996.
Yunus Mahmud, Kamus Arab Indonesia Ciputat :
PT Mahmud Yunus WaDzurriyah, 2010
.
[1]
Ramayulis,
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011),
Cetakan ke- 3, hal,3.
[3] Kementerian
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya( Bandung : Syamil Qur’an, 2007)
hal.284
[4] Mahmud Yunus,
Kamus Arab Indonesia ( Jakarta : Mahmud Yunus Wa Dzuriyah, 2009), hal.136
[5] Ahmad Tafsir,Ilmu
Pendidikan Islam (Bandung : Remaja Rosdakarya , 2012), hal.42.
[6] M. Mutahibun,
Nafis, Ilmu Pendidikan Islam …. hal.15.
[7] Ahmad Warson
Munawwir, Kamus Al Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) h.469
[8] Ahmad Munir, Tafsir
Tarbawi (Yogyakarta: Teras Perum Polri, 2008) h. 32
[9]Samsul Nizar. Filsafat
Pendidikan Islam, Pendekatan Historiss, Teoritis dan praktis.(Jakarta:Ciputat
Press, 2002),h.26
[13] Abdurrahman
an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Dan MetodaPendidikan Islam, terj. HerryNoer
Ali, darijudulasli Ushulut Tarbiyatil Islamiyah Wa Asalibuha, (Bandung: CV. Diponegoro, 1989),hal. 30-31.
[14] Maragustam, Filsafat
Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global (Yogyakarta
: Kurnia Kalam Semesta, 2014),hal. 15
[15]
Kementerian
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya( Bandung : Syamil Qur’an, 2007)
hal.284
[16]
Tim Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, Dasar-Dasar
Kependidikan Islam, (Surabaya: Karya Aditama, 1996), hal. 12
[17]
Kementerian
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya( Bandung : Syamil Qur’an, 2007)
hal.10.
[18] Kementerian
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya( Bandung : Syamil Qur’an, 2007)
hal.22.
[21] Tim Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, Dasar-Dasar
Kependidikan Islam, (Surabaya: Karya Aditama, 1996), hal. 15.
[22]Ramayulis,
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011),
Cetakan ke- 3, hal,85.
[23] M. Abduh,
Tafsir al-Manar, juz III( Beirut : Darul Ma’arif),hal.29.
[24] Maragustam, Filsafat
Pendidikan Islam (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2016), hal. 22-23.
0 Komentar