DEFINISI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN


DEFINISI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN


Masrur Ridwan, S.Pd.I
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

A.    Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan firman Allah yang dapat dijadikan sebagai pandangan hidup bagi seluruh umat manusia, khususnya kaum muslim. Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok  yang menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa yang secara fungsional dapat memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu masalah yang sering dibicarakan adalah masalah tentang pendidikan.
Dalam al-Qur’an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, jika al-Qur’an dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain; Menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial masyarakat.[1]

Maka dari itu, makalah ini sengaja kami buat untuk memahami pengertian pendidikan di dalam ayat-ayat alquran.  Dalam makalah ini penulis hanya membahas tentang pengertian pendidikan berdasarkan ayat-ayat yang terdapat pada Al-Quran.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian pendidikan Islam berdasarkan Al-Qur’an ?
2.      Bagaimana analisis pengertian pendidikan Islam berdasarkan Al-Qur’an?
C.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian pendidikan Islam berdasarkan Al-Qur’an
2.      Untuk menganalisis pengertian pendidikan Islam berdasarkan Al-Qur’an.


BAB II
Pembahasan

Pendidikan memiliki peran yang sangat penting karena tanpa melalui pendidikan proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan moderen sulit untuk diwujudkan. Demikian halnya dengan sains sebagai bentuk pengetahuan ilmiah dalam pencapaiannya harus melalui proses pendidikan yang ilmiah pula. Yaitu melalui metodologi dan kerangka keilmuan yang teruji. Karena tanpa melalui proses ini pengetahuan yang didapat tidak dapat dikatakan ilmiah.
Dalam Islam pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (life long education). Islam memotivasi pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan. Tua atau muda, pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan porsi sama dalam pandangan Islam dalam kewajiban untuk menuntut ilmu (pendidikan).[2] Bukan hanya pengetahuan yang terkait urusan ukhrowi saja yang ditekankan oleh Islam, melainkan pengetahuan yang terkait dengan urusan duniawi juga. Karena tidak mungkin manusia mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui jalan kehidupan dunia ini.
Islam juga menekankan akan pentingnya membaca, menelaah, meneliti segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini. Membaca, menelaah, meneliti hanya bisa dilakukan oleh manusia, karena hanya manusia makhluk yang memiliki akal dan hati. Selanjutnya dengan kelebihan akal dan hati, manusia mampu memahami fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya, termasuk pengetahuan. Dan sebagai implikasinya kelestarian dan keseimbangan alam harus dijaga sebagai bentuk pengejawantahan tugas manusia sebagai khalifah fil ardh

Untuk dapat memahami tentang pnedidikan Islam, maka perlu kita ketahui tentang ayat-ayat yang berisi tentang definisi pendidikan. Maka dalam bab ini akan dibahas tentang ayat-ayat Al-Quran yang berisi tentang definisi pendidikan .
A.    Pengertian pendidikan dalam al-qur’an
1.      QS Al-Isra’ ayat 24

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".[3]

Pada ayat diatas, istilah pendidikan diarahkan pada kata rabbayanii. rabbayani  berawal dari kata rabba-yarubbu  dengan wazan madda-yamuddu  yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menjaga, mengasuh dan memelihara.[4] Selanjutnya dimasuki dhomir jamak. Adapun dhomir tersebut diarahkan kepada kedua orang tua.
Menurut Jalal, ayat diatas menjelaskan bahwa pendidikan merupakan proses pengasuhan pada fase permulaan manusia yang dalam masa sekarang dikenal dengan periode kanak-kanak. Adapaun pihak utama yang bertanggung adalah  keluarga yaitu ayah dan ibu.[5]
Menurut Fahr al-Razi,istilah rabbayani tidak hanya mencakup ranah kognitif, tertapi juga afektif. Sementara Sayyid Qutb menafsirkan ayat tersebut sebagai pemeliharaan jasmani anak dan menumbuhkan mentalnya.[6] Dua pendapat tersebut memberikan gambaran bahwa istilah tarbiyah  mencakup tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Istilah tersebut kemudian membentuk kata Tarbiyah.
   Istilah tarbiyah berasal dari bahasa arab, yang mana fi’il tsulasi mujarrad-nya adalah  Rabaa ربا  yang berarti: Zaada/ زاد (Bertambah), Nasya-a/نشأ  (Tumbuh, bertambah besar), ‘alaha/     عَلَاهَا berarti: (Mendaki).[7] Adapun makna Tarbiyah dalam Lisanul ‘Arab ربى- يربى- تربية yang berarti :الملك  (Raja/penguasa),  السيد(tuan), الدبّر  (pengatur), القيم (penanggung jawab), المنعم (pemberi nikmat).[8]
  Jika dilihat dari fungsinya, kata رب  terbagi menjadi tiga yaitu ; rabb sebagai pemilik/penguasa,  sebagai Tuhan yang ditaati dan sebagai pengatur. Berangkat dari makna asal kata tarbiyah tersebut, Albani berpendapat bahwa pendidikan terdiri dari empat unsur: (1) menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa (baligh), (2) mengembangkan seluruh potensi, (3) mengarahkan fitrah dan seluruh potensi menuju kesempurnaan dan (4) dilaksanakan secara bertahap.[9]
Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya berpendapat tentang arti at-Tarbiyah. Perkataan “tarbiyyah” berasal dari bahasa Arab yang merupakan betuk  isim fa’i l yang dipetik dari fi’il (kata kerja) yang berarti “pendidikan”[10].
Secara etimologis lafadz at-Tarbiyah berasal dari tiga kata: Pertama, dari kata rabaa-yarbu yang berarti: bertambah dan tumbuh[11], Kedua, rabiya-yarba dengan wazn (bentuk) khafiya-yakhfa, berarti : menjadi besar, dan Ketiga, dari asal kata rabba-yarubbu dengan wazn (bentuk) madda-yamuddu[12], berarti: memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, mengasuh dan memelihara.[13] 
Dalam Lisanul Arab disebutkan bahwa kata tarbiyah berarti bertambah dan berkembang. Ada dua pengertian tarbiyah yaitu :pertama, menumbuhkan tiga fungsi yang berkaitan dengan fungsi fisik, fungsi akal dan fungsi budi pekerti supaya sampai pada tingkat kesempurnaan dengan cara pelatihan dan pendidikan. Kedua, suatu ilmu yang membahas tentang dasar-dasar pertumbuhan tiga fungsi (akal, fisik, dan budi), metode-metodenya, dan praktik-praktik yang mendasar serta tujuan-tujuan penting.[14]
Dari uraian diatas, kata tarbiyah mencakup makna yangsangat luas yakni (1) bertambah, berkembang, dan tumbuh menjadi besar sedikit demi sedikit.(2) memperbaiki peserta didik sekiranya proses perkembangannya menyimpang dari niali-nilai Islam.(3) mengurusi perkara peserta didik, bertanggungjawab atasnya dan melatihnya.(4) memelihara dan memimpin sesuai dengan potensi  yang dimiliki dan tabiatnya.(5) mendidik, mengasuh, dalam arti materi dan immateri(akal, jiwa dan perasaannya).
Sehubungan dengan beberapa pendapat dan surat Al-Isra ayat 24, Tarbiyah merupakan proses persiapan dan pengasuhan pada fase pertama manusia atau pada fase bayi dan kanak-kanak yang menjadi tanggung jawab keluarga.
2.      Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 102
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ ۚ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.[15]

Al-Quran menyebutkan kata ta’allama terulang dua kali dalam surat al Baqarah ayat 102 tersebut di atas. Ta’allama berasal dari kata ‘alima yang telah mendapat tambahan dua huruf (imbuhan), yakni ta’ dan huruf yang sejenis dengan lam fi’il-nya yang dilambangkan dengan tasydid sehingga menjadi ta’allama. ‘Alima berarti “mengetahui”, dari kata ‘alima juga terbentuk kata al-‘ilm (ilmu) .[16]
Dalam kaidah bahasa Arab, ada yang dikenal dengan sebutan fawaid al bâb. Yakni adanya penambahan huruf suatu kata dasar yang bisa mengubah makna kata. Penambahan ta’ dan tasydid pada kata ‘alima yang membentuk kata ta’allama juga membuat perubahan kata itu atau muthawwa’ah, yang berarti adanya bekas suatu perbuatan. Maka ta’allama secara harfiyah bisa diartikan sebagai menerima ilmu akibat dari bentuk pengajaran. Dengan demikian, belajar dapat diartikan sebagai aktifitas yang dilakukan seseorang di mana kegiatannya tersebut bisa memperoleh ilmu.
Pada ayat diatas, ahli sihir melakukan berbagai aktifitas sesuai arahan dan bimbingan guru sihir. Tetapi, pada akhirnya pengetahuan yang telah merka peroleh sesungguhnya tidak berguna bagi mereka sendiri, malahan dapat mencederai mereka.
Ungkapan dalam ayat di atas “wa yata’allamuuna maa yadhurruhum wa laa yanfa’uhum” menggambarkan bahwa objek yang dipelajari haruslah sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sebaliknya, apabila tidak mendatangkan manfaat atau faidah sangat pantas untuk tidak dipelajari. Maka dari itu, al Quran melarang mempelajari ilmu sihir yang tidak ada manfaatnya bagi manusia, tapi pelajarilah ilmu yang bisa mendapatkan hasil yang berdampak positif bagi kehidupan
3.      Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 129
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.[17]

4.      QS Al-Baqarah ayat 151
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui[18]

Pada kedua ayat diatas, istilah pendidikan kiranya dapat diarahkan pada kata yuallimukum dan yuallimukum. Kata Yuallimukum berawal dari kata yu‘allimu. Pada awal kata Yuallimukum dalam surat Al-Baqarah ayat 151, terdapat dhomir ya yang menunjuk pada diri Nabi Muhammad sebagai orang yang mengajarkan (pengajar) dan kum pada akhir yang menunjuk pada kaum. Selanjutnya kata yuallimukum kembali diulang dengan diikuti kalimat ma lam takuunu takmalun yang berarti apa-apa yang belum diketahui.
Salah satu kata yang digunakan untuk mendefinisikan pendidikan Islam adalah taklim. Ta’lim secara bahasa dipetik dari kata dasar ‘allama -yu‘allimu-ta’lim. Secara rinci mempunyai makna dasar sebagai berikut: Pertama, berasal dari kata dasar alama-ya’malu  yang berarti:  mengeja atau memberi tanda[19]; Kedua, berasal dari kata dasar alima-ya’malu yang berarti: mengerti, mengetahui sesuatu  atau memberi tanda[20];
Dengan kedua makna dasar tersebut, maka istilah ta’lim pengajaran mepunyai pengertian : “usaha untuk menjadikan seorang mengenal tanda-tanda yang membedakan sesuatu dari lainnya, dan mempunyai pegetahuan dan pemahaman yang benar tentang sesuatu”.[21]
Dari Al-Baqarah ayat 129 di atas penggunaan yu’allimu yang diartikan mengajarkan. Menurut Abdul Fattah Jalal, apa yang dilakukan Rasul bukan hanya sekedar membuat umat Islam bisa membaca, tetapi juga membaca dengan perenungan yang berisi pemahaman, tanggung jawab, dan amanah. Dari membaca semacam ini, Rasul membawa mereka kepada tazkiyah an-nafs (pensucian diri) dari segala kotoran,. Dengan begitu menjadikan diri itu berada dalam kondisi yang memungkinkan menerima al-hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat untuk diketahui.[22]
Al-Hikmah tidak dapat dipelajari secara parsial melainkan perlu dipelajari secara integral. Kata hikmah berakar dari kata al-ihkam yang berarti kesungguhan dalam memperoleh ilmu, amal, perkataan, dan/atau di dalam semua itu. Hikmah diartikan sebagai kebijaksanaan,yang dimaksud adalah kebijaksanaan berdasarkan nilai-nilai yang datang dari Allah dan rasul-Nya.[23] Dalam AL-Baqarah ayat 151 selain disebutkan al-kitab dan al-hikmah disebutkan pula apa-apa yang belum diketahui. Dengan demikian pendidikan dalam makna taklim mengajarkan apa-apa yang belum diketahui, serta pengetahuan yang mendalam.
            Dari kata tersebut, pengertian pendidikan berkembang menjadi Taklim. Dalam sejarah pendidikan Islam, terma mu’allim telah digunakan untuk istilah pendidik. hal ini dapat dilihat bahwa Rasulullah SAW diutus untuk menjadi muallim sebagaimana disebutkan dalam ayat diatas.

B.     Analisis Tarbiyah dan Taklim
Istilah tarbiyah, ta’lim dan ta’dib dapat diambil suatu analisa. Jika ditinjau dari segi penekanannya terdapat titik perbedaan antara satu dengan lainnya, namun apabila dilihat dari unsur kandungannya, terdapat keterkaitan yang saling mengikat satu sama lain, yakni dalam hal memelihara dan mendidik anak. Ketiga istilah diatas dapat dianalisis sebagai berikut:
1.         Tarbiyah, titik tekannya difokuskan pada bimbingan anak supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan dasarnya serta dapat berkembang secara sempurna. Yaitu pengembangan ilmu yang beorientasi pada pembentukan karakter, sikap dalam diri manusia. Pendidikan yang terkandung dalam makna tarbiyah  sendiri merujuk kepada makna menumbuh kembangkan baik dari aspek jasmani maupun rohaninya. Di dalam surat Al-Isra, proses ini berlangsung pada masa awal yaitu pada masa bayi dan anak-anak.
2.         Ta’lim, titik tekannya adalah penyampain ilmu pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggung jawab kepada anak terhadap ilmu yang diperolehnya. Oleh karena itu ta’lim di sini mencakup aspek-aspek pengetahuan yang menitik beratkan pada aspek kognitif saja yaitu pada proses ranah berfikirnya yang merujuk pada pengembangan khazanah keilmuannya
    Adapun analisis lain bisa dilihat di tabel perbedaan makna Tarbiyah dan Taklim[24] :
Tarbiyah
Taklim
Kata tarbiyah lebih fokus pada proses persiapan dan pengasuhan pada fase pertama pertumbuhan yakni fase bayi dan anak-anak.
Sedangkan taklim lebih fokus pada perenungan(pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah). Tentu sudah masuk fase dewasa.
Pencapaiaan ilmu pengetahuan dan ilmu berdasar pada imitasi dan peniruan belaka tanpa mengerti argumennya.
Pencapaiaan ilmu pengetahuan melebihi imitasi atau peniruan atau dongengan yakni ilmu pengetahuan yang didapat berdasarkan argumen atau berfikir secara mendalam.
Pengetahuan yang didapat hanya sekedar mengetahui yang belum mengerti fungsi pengetahuan yang didapatkan itu untuk masa depan, karena mereka masih masa-masa awal perkembangan.
Pengetahuan dan keterampilan yang didapat menjadi kebutuhan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik untuk mengatur hidup dan perilakunya di masa depan.





BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Di dalam surat Al-Isra ayat 24 mengandung penjelasan pendidikan sebagai Tarbiyah merupakan proses pengasuhan pada fase permulaan manusia yang dalam masa sekarang dikenal dengan periode kanak-kanak. Adapaun pihak utama yang bertanggung adalah  keluarga yaitu ayah dan ibu. Di dalam surat Al-Baqarah ayat 129 dan 151, mengandung penjelasan bahwa pendidikan difinisikan sebagai taklim yaitu usaha untuk menjadikan seorang mengenal tanda-tanda yang membedakan sesuatu dari lainnya, dan mempunyai pegetahuan dan pemahaman yang benar tentang sesuatu.




DAFTAR PUSTAKA

An-Nahlawi ,Abdurrahman, Prinsip-Prinsip Dan MetodaPendidikan Islam, terj. Herry Ali, Noer. Ushulut Tarbiyatil Islamiyah Wa Asalibuha, Bandung: CV. Diponegoro, 1989.
Munir ,Ahmad, Tafsir Tarbawi ,Yogyakarta: Teras Perum Polri, 2008.
Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya( Bandung : Syamil Qur’an, 2007.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indnesia, Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2010.
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global ,Yogyakarta : Kurnia Kalam Semesta, 2014.
Munawwir, Ahmad, Kamus Al Munawwir  Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Nafis, M. Mutahibun, , Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta : Teras, 2011.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historiss, Teoritis dan praktis.Jakarta:Ciputat Press, 2002
Ramayulis, Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2011.
Tafsir ,Ahmad,Ilmu Pendidikan Islam,Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012.
Tim Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, Dasar-Dasar Kependidikan Islam, Surabaya: Karya Aditama, 1996.
Yunus Mahmud, Kamus Arab Indonesia Ciputat : PT Mahmud Yunus WaDzurriyah, 2010
.




[1] Ramayulis, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), Cetakan ke- 3, hal,3.
[2]  M. Mutahibun, Nafis, Ilmu Pendidikan Islam ( Yogyakarta : Teras, 2011) hal.3.
[3] Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya( Bandung : Syamil Qur’an, 2007) hal.284
[4] Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia ( Jakarta : Mahmud Yunus Wa Dzuriyah, 2009), hal.136
[5] Ahmad Tafsir,Ilmu Pendidikan Islam (Bandung : Remaja Rosdakarya , 2012), hal.42.
[6] M. Mutahibun, Nafis, Ilmu Pendidikan Islam …. hal.15.
[7] Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir  (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) h.469
[8] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi (Yogyakarta: Teras Perum Polri, 2008) h. 32
[9]Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historiss, Teoritis dan praktis.(Jakarta:Ciputat Press, 2002),h.26
[10] Mahmud Yunus, Kamus Arab Indnesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2010), hal. 137.
[11] Ibid.,hal. 137.
[12] Ibid., hal. 136.
[13] Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Dan MetodaPendidikan Islam, terj. HerryNoer Ali, darijudulasli Ushulut Tarbiyatil Islamiyah Wa Asalibuha, (Bandung: CV. Diponegoro, 1989),hal. 30-31.
[14] Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global (Yogyakarta : Kurnia Kalam Semesta, 2014),hal. 15
[15] Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya( Bandung : Syamil Qur’an, 2007) hal.284
[16] Tim Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, Dasar-Dasar Kependidikan Islam, (Surabaya: Karya Aditama, 1996), hal. 12
[17] Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya( Bandung : Syamil Qur’an, 2007) hal.10.
[18] Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya( Bandung : Syamil Qur’an, 2007) hal.22.
[19] Ibid., hal. 277.
[20] Ibid., hal. 277.
[21] Tim Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, Dasar-Dasar Kependidikan Islam, (Surabaya: Karya Aditama, 1996), hal. 15.
[22]Ramayulis, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), Cetakan ke- 3, hal,85.
[23] M. Abduh, Tafsir al-Manar, juz III( Beirut : Darul Ma’arif),hal.29.
[24] Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2016), hal. 22-23.

Posting Komentar

0 Komentar